Bersama "Azzam KCB" Mengantar Soya Darrasah ke Rumah Akhwat

Soya Darrasah rasa pandan (kiri) dan original (kanan)
Semalam, setelah memposting iklan minuman sari kacang kedelai produksi rumah Ungku Muhajir, beberapa orang memesan minuman sarat nutrisi ini untuk di antar ke daerah Sabik, Bawwabah Dua, Saqar Quraish, dan Meuligoe KMA. Masing-masing tempat atau rumah memesan dengan jumlah berbeda. 



Minuman ini diproduksi secara mandiri oleh satu mahasiswa asal Aceh, Ungku Muhajir. Ia ini bagai Azzam dalam film Ketika Cinta Bertasbih (KCB). Kalau Azzam berdagang tempe, maka Ungku Muhajir menjual sari kedelai. Masih dari keluarga kacang yang sama. Hanya saja, nama Azzam masuk novel dan difilmkan, sedangkan nama Ungku Muhajir hanya kebagian masuk blog sederhanaku ini.  


Tunggu dulu, walau begitu, Ungku Muhajir ini menarik, bahkan jauh lebih menarik daripada Azzam KCB. Kegigihannya menuntut ilmu dan bertarung dengan kerasnya Tanah Firaun, patut diberi standing applause. Di saat kondisi ekonomi Mesir tidak begitu bagus dengan harga kebutuhan pokok dan transportasi terus meningkat, Ungku Muhajir tidak menyalahkan Presiden Asisi. Jika ongkos transportasi naik, ia berjuang jauh lebih keras. 

Di saat motto hidup pemuda lain berupa "harta, tahta, wanita," motto hidup Ungku Muhajir hanya "ngaji, ngajar, soya, soya, dan soya". Benar-benar seperti dalam cerita KCB (Ketika Cinta Bersoya).

Bayangkan saja, siangnya beliau kuliah, sorenya mengajar kitab, malamnya terkadang masih ikut belajar talaqqi lagi sama syekh Al-Azhar, dan dan di sisa-sisa waktu itu, ia masih sempat berpikir untuk mengolah biji kacang kedelai menjadi minuman kaya vitamin. #soyadarrasah 

Memakai label Soya Darrasah, minuman yang diolah langsung oleh tangan lembut Ungku Muhajir ini cukup nikmat dan digandrungi mahasiswa Indonesia bahkan Malaysia. Misalnya saja, jika Ungku Muhajir terlalu sibuk belajar dan mengajar, hingga enggak sempat bikin soya, pelanggannya langsung mengeluh.

"Udah Ustaz Muhajir, enggak usah ngaji lagi. Ente udah cerdas dan enggak perlu ngaji lagi. Ente jualan soya aja, bisa cepat kaya. Cepat nikah pula," komentar netizen yang malas ngaji dan sukanya rebahan mulu.

Benar kata pelanggan. Emang dasar Ungku Muhajir, kok bisa ia tamak sekali jadi manusia. Semua diembat dan disikat. Sudah gigih untuk akhirat, semangat pula mencari nafkah di dunia. Padahal dunia ini kan fana. 

Nah kembali lagi, hampir lupa aku mau cerita apa. Maaf.

Selain enak tadi, harga Soya Darrasah pun terjangkau isi dompet mahasiswa, 15 pound per botol, plus 5 pound untuk jasa antar ke pintu rumah. 

Dibantu postingan iklan serupa oleh Amaril, pesanan Soya Darrasah yang masuk lumayan banyak. Ungku Muhajir sampai memintaku membantu mengantar pesanan.

Bersama Ungku Muhajir (kiri).
Ada yang menarik saat kami mendistribusikan Soya Darrasah semalam. Di salah satu rumah, ketika kami mengantar Soya Darrasah kepada Akhwat yang memesan. Kami menjelaskan harga semua Soya Darrasah yang dipesan dan ditambah uang jasa antar. 

Akhwat ini mulai mengambil uang, bermaksud membayar harga Soya Darrasah dan uang jasa antar kepada kami. Di luar dugaan, ia ternyata tidak membayarnya satu tahap, tapi dua tahap. Akhwat ini menyerahkan uang untuk harga Soya Darrasah kepada Ungku Muhajir.

"Ini Bang, uang untuk soyanya..." 

Kemudian, akhwat ini memandang dan mengarahkan tangannya kepadaku. 

"Dan ini Bang, 5 pound, uang untuk jasa taushil (antar)."

Kami terkejut, aku dan Ungku Muhajir saling memandang. "Kok enggak sekalian aja dikasih, dikasih semuanya ke satu orang," kata kami serentak.

"Enggak apa-apa, Bang. Biar adil gitu." 

Kami hanya bisa tertawa dan berterima kasih banyak sudah mau memesan Soya Darrasah.

"Terima kasih banyak. Jangan lupa besok- besok pesan lagi," kata kami, lalu berlalu pergi. Namun, aku tetap saja masih penasaran, alasan sebenarnya uang taushil diberikan padaku, tidak sekaligus ke Ungku Muhajir. 

"Jir, apa muka aku mirip ammu-ammu taushil ya...?" 

"Enggak tahu, Bang. Kayaknya mirip dikit, mirip mugee," katanya sambil tertawa puas karena Soya Darrasah semalam laris manis.

Baca ini juga: Hikayat Yakhrib Beit 

Sampai tulisan ini dimuat, hal ini masih misteri, dan saat mengingatknya, selalu bikin aku ingin tertawa sendiri. Mengapa uang taushil 5 pound itu diberikan untukku saja, Maimunah? Apakah alasannya sama dengan alasan ibu-ibu naik motor dengan lampu sein kanan, tapi ternyata belok kiri? Entahlah.[]

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »