Syifa berjualan di salah satu lapak bazar. |
Makanan ini rupanya bukan miliknya sendiri, Fathur membantu berjualan kue yang ternyata dibuat akhwat KMA Mesir. Di lapangan, Fathur membuka lapak bazar bersama Amaril, Sultan, Syifa, dan Fata yang juga ikut berjualan kue yang berbeda.
Kue yang dijual Fathur ternyata laku keras, diborong oleh agam-agam KMA kelaparan yang sejak pagi hari menyaksikan pertandingan futsal. Selain enak, harga yang murah membuat kue Fathur ini laku keras. Ia menjual sepotong kue adei dengan harga 1 pounds. Harga yang sangat murah. Kok bisa ia menjual kue satu potong 1 pounds, untungnya di mana coba? Ini mau berjualan apa mau bersedekah...?
Kue milik Fathur sangat cepat habis. Ia meng-uninstall lapak dagangan miliknya. Fathur tutup lapak, saat yang lain masih buka lapak. Ia ingin secepatnya pulang dan menghitung laba, siapa tahu bisa berangkat haji tahun ini langsung. Namun, beberapa saat kemudian Fathur mulai panik, ia tidak menemukan salah satu tutup "Tupperware" kue.
"Bang, ada lihat tutup "Tupperware" bening enggak di sini...?" tanya Fathur kepada kami yang duduk di sekitar lapak bazar dengan wajah panik, sambil melihat-lihat sekitar.
"Enggak ada Fathur, coba cari di belakang plastik hitam itu," kataku menunjuk sebuah plastik hitam.
"Enggak ada Bang,"
"Hayoe... Hati-hati tu Fathur, itu tutup "Tupperware" milik akhwat. Kalau hilang akan diingat sampai mati. Hati-hati nanti kualat sama akhwat," kata kami yang duduk di situ. Kulihat Fathur malah semakin panik.
"Iya benar, hati-hati tuh. Bahaya kali kalau hilang tuh..." yang lain juga ikut-ikutan menakuti Fathur.
Bagi perempuan, apalagi ibu-ibu rumah tangga, perkara Tupperware ini adalah masalah serius yang agak-agak horor. Aku ingat betul saat awal kuliah dulu pernah menghilangkan Tupperware milik mamak. Setelah beberapa tahun, bahkan setelah selesai kuliah pertanyaan "Di mana Tupperware mamak, apa sudah ketemu? Masih ditanyakan juga.
Bagi perempuan, apalagi ibu-ibu rumah tangga, perkara Tupperware ini adalah masalah serius yang agak-agak horor. Aku ingat betul saat awal kuliah dulu pernah menghilangkan Tupperware milik mamak. Setelah beberapa tahun, bahkan setelah selesai kuliah pertanyaan "Di mana Tupperware mamak, apa sudah ketemu? Masih ditanyakan juga.
"Atau coba lihat dalam plastik sampah itu, mungkin enggak sengaja kebuang ke sana tadi," kataku padanya.
Sekarang Fathur betulan mengacak-ngacak plastik sampah dengan gelisah. Ia tampak bagai pemuda yang kebingungan mencari cincin pernikahan yang hilang. Kalau Fathur pulang tanpa cincin atau tanpa tutup Tupperware berharga itu, barangkali ia berpikir akan dicakar-cakar.
Tutup ajaib itu tidak ditemukan juga. Fathur bertambah gelisah. Kulihat ia berputar-putar lapangan, mengelilingi lapangan tujuh kali, berlari-lari kecil dari ujung ke ujung tujuh kali, semacam berharap mendapat sesuatu mukjizat berupa tutup Tupperware yang hilang.
Fathur akhirnya lelah sendiri. Hasilnya nihil. Tutup lenyap ditelan kebisingan teriakan suporter bola. Tutup misterius itu tetap tidak ditemukan. Fathur hampir putus asa.
"Enggak dapat juga Bang," keluhnya padaku.
"Coba diingat lagi, mungkin tadi ada Tupperware yang memang enggak pakai tutup."
"Ada Bang, ada semua tutupnya tadi!"
"Boeh ka, ya sudah, coba cari sekali lagi dalam plastik sampah itu, mungkin tadi carinya buru-buru, jadi tidak tampak," kataku meyakinkannya. Kali ini aku turut mengacak-acak plastik berisi sampah itu, bagai pemulung.
Sayangnya, tutup "Tupperware" sinting itu tetap enggak ada juga...! Tutup ini rain bagai ditelan bumi. Dan Fathur nampaknya khawatir, gilirian ia pula nanti yang akan ditelan omelan akhwat.
Setelah beberapa saat berlalu, dengan wajah lega, Fathur berjalan ke arahku, lalu berkata.
"Oh ya Bang. Maaf, rupanya satu Tupperware memang enggak ada tutupnya. Tupperware buat cilok memang enggak pakek tutup tadi," katanya dengan wajah polos. Fathur tertawa, kami pun tertawa. Mungkin ini gara-gara kuenya terlalu murah dijual. Terlalu banyak "bersedekah" kue.[]
EmoticonEmoticon