Mengantri Masuk Makam Imam Syafii Bersama Mahasiswa India

Antrian masuk makam Imam Asy-Syafii. (Foto: Dok. pribadi)

15-16 Februari 2019, makam Imam Syafii dibuka untuk umum selama 3 jam, mulai pukul 1 siang hingga 4 sore. Maret 2016 lalu mesjid dan kubah makam Imam Syafii yang berada di sebelahnya dipugar. Mulai saat itu mesjid dan kubah yang berisi beberapa makam di dalamnya, termasuk Imam Syafii, tertutup untuk umum. Padahal, makam Imam Syafii adalah salah satu objek wisata islami yang paling banyak diziarahi wisatawan muslim. 



Di dalam kubah ini, bukan hanya bersemayam Imam Syafii. Beberapa tokoh besar Dinasti Ayubiyah juga disemayamkan di dalam sini, di antaranya Sultan Al-Kaamil, Sultan Al-Syami, dan Syamsah, isteri Shalahuddin Al-Ayubi. Makam ulama besar Imam Zakariya al-Anshari juga berada di mesjid ini, tapi tidak masuk dalam kubah Imam Syafii. 


Beberapa waktu lalu, selama rekonstruksi itu,  sebuah makam ditemukan lagi dalam kubah yang pertama dibangun pada Dinasti Ayubiyah tersebut. Makam baru ini ditemukan saat pekerja melakukan restorasi mesjid dan kubah Imam Syafii.

Antrian masuk susah mengular hingga gerbang masuk mesjid saat aku, Sultan dan Hafidh tiba pukul setengah tiga. Dalam antrian wajah-wajah Asia Tenggara, terlihat cukup dominan. Antrian ini pun berjalan cukup lambat dan semakin panjang ke belakang hingga menyentuh gerbang masuk. 

Para penziarah yang didominasi mahasiswa Al-Azhar ini begitu bersemangat berjumpa Imam Syafii, sudah hampir 3 tahun makam beliau tertutup bagi penziarah, dan ini kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. 

Di belakang kami seorang berwajah India berdiri, nampaknya ia datang sendirian. Ia lantas memperkenalkan diri sebagai Muhammad Razik dari Kerala India. Ia sedang menempuh studi magister di Universitas Al-Azhar jurusan Fiqh Syafii. Ia lulusan salah kampus islami di Keralla yang mu'adalah dengan kampus Al-Azhar 

Kami berbicara lumayan lama, berbincang banyak hal tentang India dan Indonesia. Kami, terutama aku, sangat ingin bisa menginjakkan kami di India, melihat monumen cinta paling indah di dunia. Kami kemudian bertanya ongkos pergi ke India dari Mesir. 

"Ya, ongkosnya sekitar 12 ribu rupee." 

"Itu kira-kira berapa pound Mesir...?" tanya kami bersemangat. 

Ia mengira-ngira dan berpikir lumayan lama. Soalnya Razik ini baru saja tiga bulan tiba di Mesir. Ia tampaknya belum begitu paham hitung-hitungan rupee India ke pound Mesir. Kami lihat ia kebingungan. 

"Sekitar 1200 pounds," katanya tiba-tiba. 

"Wah, itu murah sekali. Sedangkan kami dari Mesir ke Indonesia bisa sampai 7 ribu pounds Mesir. Padahal jarak Indonesia-Mesir setengah dari India-Mesir," kataku. 

Razik melihat-lihat angkasa, entah apa yang ia lihat, mungkin ada layangan jatuh atau semacamnya. Namun, dari raut wajahnya, sepertinya Razik tidak yakin dengan ongkos ke India dari Mesir 1200 pounds.

"Ya, harganya mungkin sekitar 1200 pounds," ujarnya terbata-bata. Nampaknya ia masih kebingungan tentang harga tiket tersebut, dan masih berusaha memikirkannya dengan baik. Melihat ia masih bimbang sendiri melihat-lihat langit sambir memikirkan harga tiket, aku bertanya padanya. 

"Bagaimana kita ucapkan apa kabar dalam Bahasa India?" 

"Kaisei ha....“ 

"Wah, hampir sama dengan Bahasa Arab dong. Kaisei ha, kaif hal. kaif haalluk..." Kulihat ia mulai tersenyum. 

"Aku suka sekali India. Bahasa India, lagu India. Aku hafal lagu-lagu India. Aku juga suka film-film Bollywood, seperti Kuch-Kuch Hota Hai, Dilwalee dan lain-lain. Baru-baru ini aku menonton film Sanju. Ini film bagus banget," curhatku padanya. Aku senang banget bertemu orang India. Kulihat matanya memerhatikanku dengan serius. Lalu aku mencoba menyanyi sedikit lirik lagu Koil Mil Gaya.

"Koil mil gaya, kya batawoon yaroo...."

Bukannya tertarik, ia malah menatap tajam mataku dengan ekspresi dongkol. 

"Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah... Haram 'alaik...!" Ia menyomprot kata-kata itu di wajahku. Dalam sekian detik itu auranya berubah. Kulihat wajahnya begitu tegas. Aku malu. Saking malunya, aku bahkan tidak ingat, apakah air liurnya ikut terhembus ke wajahku saat ia berkata "haram 'alaik".

Setelah berkata itu, ia seakan tak mau berbicara lagi denganku. Aku merasa berdosa sekali sudah curhat tentang lagu dan film India. Aku bagai sedang melakukan dosa besar. 

Razik tak lagi berbicara dengan kami. Sultan dan Hafidh menyalahkanku. Bagi mereka, sangat tidak penting berbicara lagu dan film India di saat kita mengantri untuk berziarah ke makam ulama. 

Benar kata mereka. Aku makin merasa menyesal. Pulang dari ziarah ini kayaknya aku harus mandi taubat. (Maafkan aku ya Allah. Hamba berdosa dan penuh noda.) 

Aku, Sultan dan Hafidh terus berbicara dan bercerita bertiga. Razik yang berdiri di belakang hanya melihat. Sebenarnya aku ingin minta maaf, tapi urung kulakukan. Apakah sebuah kesalahan jika kita suka film India? Entahlah, aku enggak tahu. 

Aku pun maklum. Memang, bagi kebanyakan orang, film India lekat dengan label tidak islami dan sering dipersepsikan tidak layak tonton, padahal banyak sekali film India yang mengangkat tema keislaman dan banyak yang mengandung nilai edukasi dan hikmah yang banyak. 

Hampir satu jam Razik tak lagi berbicara pada kami, tiba-tiba ia menyentuh pundakku dan Hafidh. Aku takut, jangan-jangan ia ingin menceramahiku untuk tidak menonton film India lagi. Namun, kali ini kulihat rupa Razik sedikit lebih cerah. 

"Oh ya, aku lupa tadi. Rupanya tiket dari Mesir ke India itu bukan 1200 pound, tapi 4000 pound," katanya tiba-tiba sambil tersenyum. 

Aku, Hafidh dan Sultan saling memandang. Kami keheranan. Rupanya ia menghabiskan waktu hampir satu jam hanya untuk berpikir harga tiket pesawat dari Mesir ke India. Ya Allah, kami pikir, ia marah pada kami gara-gara lagu dan film India tadi. Kami kemudian tertawa. Iya, Razik memang marah padaku ketika aku bernyanyi Koil Mil Gaya, tapi ketika ia tidak berbicara pada kami itu perkara lain lagi.

Coba bayangkan ia memikirkan harga tiket itu hampir satu jam dan kami menganggapnya sedang marah pada kami gara-gara lagu India. Razik mungkin memang tidak suka aku bernyanyi lagu India, tapi bukan itu yang membuatnya tidak berbicara pada kami. Saat itu ia hanya sedang memutar otak demi mengetahui harga tiket, dan itu hampir satu jam. Aku, Hafidh dan Sultan kembali memandang dan tertawa lagi.

keadaan kembali cair. Kami berbicara seperti biasa lagi. Aku pun menggodanya lagi dengan lagu India. 

"Kamu tahu lagu Kuch Kuch Hotahai...?" Hafidh dan Sultan tersenyum melihatku. India kocak. Haram 'alaik...![]

Mesti baca: Tentang Menjabat Tangan Wanita, Aku Punya Kisah Memilukan

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »