Sejenak di City Star, Mall Terbesar Seantero Afrika

City Star Mall, saat sedang menjadi bintang iklan Samsung Galaxi dadakan 
(mohon jangan ada yang mual-mual).


MALL sudah menjadi simbol kemajuan kota-kota besar. Besar dan banyaknya mall menandakan taraf hidup sosial masyarakat perkotaan. Bukan hanya itu saja mall juga menjadi potret miris kesenjangan sosial antara kaya dan miskin. Kekayaan terpusat di kelompok minoritas, sedangkan kemiskinan menjadi belenggu mayoritas umat manusia.



Mall, pusatnya merek dagang elit berharga tinggi bertengger rapi, mengkilat, tak tersentuh debu jalanan. Tempatnya kelas atas berkumpul, menghabiskan jutaan sekali belanja. Pusatnya asupan gengsi kelas atas tersalurkan dengan baik.



Kaum kelas menengah hanya datang sesekali, melepas penat, mencuci mata. Beruntung jika ada harga yang sesuai mereka membeli. Namun, tidak seperti kelas atas yang umumnya hanya membeli gengsi.


Nasib miris tentu saja dirasa kaum miskin. Satu atau dua yang beruntung bisa bekerja di dalam menjadi buruh dengan gaji yang menurut mereka lumayan. Sedang sisanya hanya mampu melihat dari luar, menatap gedung megah ini sambil bermimpi menjadi jutawan. Jangankan untuk masuk, melihat saja mereka terkadang tidak berani.

Inilah yang kurasakan saat menginjakkan kaki di City Star, Mall yang konon katanya terbesar seantero benua Afrika (ini menurut poling mahasiswa kere seperti aku, jika kamu mencari jawabannya sama Syeikhuk Akbar Google, jawaban ini pasti salah). Ini juga sengaja aku buat juga untuk mendokrak popularitas berita ini. Jadi, Biasakan googling sebelum percaya. Hoax dimana-mana. Langsung googling sekarang!

Tampaknya City Star Mall tidak cocok untukku, aku merasa asing di sini. Aku lebih nyaman berbelanja di pasar Atabah, salah satu pasar rakyat tradisional terbesar di Kairo.

Di Atabah, aku bukan hanya bisa belanja. Namun, aku juga bisa belajar apapun di sana. Ada sesuatu yang hilang yang tidak kutemukan di tempat elit seperti City Star Mall.

Keriuhan pasar Atabah. Wajah ramah pedagang kaki lima. Keringat dan peluh pedagang keliling. Wajah tegar penyemir sepatu. Gadis penjual tisu. Berisiknya tawar-menawar. Teriakan-teriakan berebut pembeli. Peminta-minta yang mengemis belas kasihan. Terkadang bau jalanan dan lorong-lorong yang menyiksa hidung. 

Aku merindukan semua hal itu, dan tidak kudapati hal itu di mall seperti City Star ini. 

Terlepas dari itu semua, ada hal menarik yang sempat kusaksikan di sini. Malam ini tanpa sengaja aku melihat ibu-ibu dengan anak gadisnya memberikan sebuah kantong besar bermerk--yang isinya tidak kuketahui--kepada seorang petugas cleaning service. Mungkin saja isinya pakaian-pakaian mahal, atau sesuatu yang berharga. Petugas itu terlihat sangat bahagia, beberapa kali ia berterima kasih kepada ibu-ibu dan anaknya itu.

Sumpah, inilah hal yang paling indah yang kusaksikan malam ini. Aku bersyukur bisa melihat hal ini, dan tentu lebih bersyukur jika aku juga mendapat kado plus anaknya yang perempuan itu (pasti aku langsung sujud syukur di tempat). Kamu pasti setuju, jiwa-jiwa fakir kasih sayang lebih utama untuk disedekahkan. Takbiirrr.

Sayangnya, harapanku ini tak terkabul sodara-sodara. Nampaknya aku kurang khusyuk berdo'a. 

"Tidak akan berkurang harta yang disedekahkan, kecuali akan terus bertambah dan bertambah," begitulah maklumat Rasulullah Saw.

Sengaja aku tambah sedikit hadis Rasulullah Saw. biar nampak sedikit shaleh, meskipun aslinya kayak-kayak gitu. Ini demi memunculkan citra yang baik, siapa tahu dibaca sama calon mertua. Semoga.



Mohon dimaafkan jika awalnya serius, tapi endingnya tidak jelas arahnya kemana.[]





Note:
Tulisan ini sudah saya muat juga sebelumnya di akun Instagram saya @farhanjihadi beberapa waktu yang lalu. 



Share this

Related Posts

Previous
Next Post »