Iskandar, Muttaqin dan Bang Zamzami di pintu gerbang pameran buku. |
Sekelompok gadis berwajah melayu baru saja keluar saat kami tiba di gerbang
utama, tangan mereka membawa koper dan sebagian lainnya yang juga baru keluar
terlihat dengan tas besar dipunggungnya. Beberapa orang lainnya juga terlihat
menjinjing kantong plastik besar.
Dari sini aku mulai heran, antrian masuk panjang mengular, terpisah antara
laki-laki dan perempuan. Pintu masuk dijaga cukup ketat. Harus melewati pintu
metal detektor, tas diperiksa dengan teliti. Tak cukup itu, seorang petugas
berpakaian hitam dengan pistol di pinggangnya ikut menggeledah tubuhku, seakan
khawatir ada benda berbahaya bersamaku.
“Enta min en (kamu dari mana)...??”
“Andonesi” jawabku pasti.
“I am Farhan Khan,
I am not Terrorist Okey” Tapi sayang itu hanya suara batinku. Mulutku membisu. Lidahku kaku. Tak lagi bersuara.
Suhu politik yang belum kondusif tidak menyurutkan niat pemerintah Mesir
untuk tetap menyelenggarakan Ma'radh Alqahirah Adduwali lil Kitab (Cairo
International Book Fair), pameran buku international yang merupakan ajang
tahunan Pemerintah Mesir yang sudah diadakan puluhan tahun yang lalu. Tahun ini
merupakan tahun ke-46 terselenggarakanya pameran yang ternyata telah ditetapkan
sebagai pameran buku terbesar kedua di dunia, setelah Pameran Buku Frankfurt
Jerman.
Keamanan Mesir masih dalam keadaan belum stabil paska dua revolusi lalu
yang mengguncang negeri. Pada tahun 2011 pameran bahkan tidak terlaksana karena
bertepatan dengan revolusi Rakyat Mesir ketika menggulingkan Husni Mubarak,
sampai sekarang keadaannya masih belum pulih sepenuhnya.
Hampir saban jum'at surat kabar setempat memberitakan aksi demontrasi di
berbagai daerah yang memakan korban jiwa, hal ini cukup memberikan alasan bagi
Pemerintah Mesir berhati-hati menjaga keamanan dan kenyamanan demi mencegah
hal-hal yang tidak diinginkan.
Sudah menjadi kewajiban Pemerintah Mesir menjamin event yang bertaraf
internasional tahunan ini berlangsung aman, nyaman dan lancar. Pemeriksaan
teliti terhadap para pengunjung menjadi hal yang mutlak dilakukan, panitia dan
pemerintah tidak ingin hal-hal yang tidak diinginkan mengganggu kesuksesan
acara.
Foto: koleksi pribadi |
Untuk mendukung pelaksanaan acara, sebuah tempat khusus telah lama
disiapkan, Lahan seluas lebih tiga hektar yang terletak di Nasr City berdekatan
dengan Fakultas Kedoktoran Universitas Al-Azhar diperuntukkan khusus untuk
event tahunan ini, namanya Ardul Ma'aridh, yang berarti tanah pameran.
Tempatnya cukup luas. Dua gerbang yang masing-masing terletak di utara dan
selatan berdiri megah menyapa puluhan ribu pengunjung haus ilmu pengetahuan
yang setiap hari berdatangan. Di dalamnya terdapat belasan tenda berukuran
cukup besar yang digunakan sebagai stand percetakan buku dari berbagai negara.
Bayangkan saja, satu tenda besar bisa hampir seluas lapangan bola, belum
lagi puluhan tenda serupa dengan ukuran lebih kecil tersusun rapi di seantero
pameran membuatnya pantas dikukuhkan sebagai salah satu pameran buku terbesar
di dunia.
Tahun ini pameran berlangsung antara tanggal 28 Januari hingga 12 Februari,
tidak jauh berbeda dari sebelumnya yang juga turut dimeriahkan puluhan negara
dunia, khususnya negara arab dan beberapa negara eropa. Kali ini Arab Saudi
mendapat kesempatan sebagai tamu kehormatan.
Ratusan penerbit besar dari berbagai negara Arab tak pernah absen
berpartisipasi, entah benar atau tidak banyak yang menyatakan “Jika ada buku
yang kamu cari tidak ditemukan di pameran ini, itu berarti kemungkinan besar
juga sulit didapatkan di berbagai negara Arab”.
Selain buku, berbagai kegiatan lain juga turut diadakan untuk memeriahkan
acara seperti diskusi dan seminar tentang pendidikan dan budaya.
Pesta buku internasional ini bukan hanya momen indah bagi masyarakat Mesir
yang biasanya datang bersama keluarga, tapi juga bagi mahasiswa Asing yang
menuntut ilmu di Mesir. Buku dengan beragam genre bertaburan di seantero
pameran, khususnya buku-buku agama. Beragam buku karya para ulama besar islam
dengan mudah didapatkan, baik buku-buku klasik maupun kontemporer.
Jenis buku juga beragam, dari buku balita hingga buku dewasa, buku sastra
hingga buku agama, Fiksi dan non fiksi berbagai jenis mudah didapatkan. Tentu
saja mayoritasnya berbahasa arab, walaupun ada juga buku yang berbahasa asing
lainnya. Jumlahnya jauh lebih sedikit.
Tentu saja ini juga merupakan kabar gembira bagi mereka penggila buku, kutu
buku atau bagi mereka yang hanya hobi mengoleksi buku. Buku berkualitas dengan
potongan harga khusus pastinya menjadi target utama penikmat buku. Tak jarang
mereka pulang dengan membawa puluhan buku sekali jalan. Ada juga yang khusus
membawa koper untuk diisi buku seperti beberapa mahasiswi berwajah melayu yang
kulihat di pintu gerbang tadi.
“Yuuk, kalau sudah beres kita pulang, semua sudah beres kan...??” Ujar Bang
Zamzami dengan kedua tangannya memeluk belasan buku membuyarkan kekagumanku.
Aku dan Iskandar hanya membeli beberapa buku, hanya Muttaqin yang belum
mendapat buku yang dicari. Butuh empat jam bagi kami, hanya untuk mencari buku
di satu tenda besar yang berisi beberapa penerbit itu.
“Buku yang pantas untuk dibaca, pantas untuk dibeli” mungkin pendapat Jhon
Ruskin, seorang penulis inggris ini sepertinya harus dijadikan patokan jika
berniat berkeliling pameran megah ini. Dan hendaknya juga jangan lupa menulis
daftar buku yang diinginkan agar bisa menghemat waktu dan tidak tergiur dengan
buku lainnya yang terkadang tidak terlalu dibutuhkan.
“Gilaa... Tidak cukup hanya satu dua hari mengelilingi ini semua” Teriakku
kagum. Mereka tertawa.
Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam, sejam lagi pameran tutup, bahkan
beberapa stand sudah tidak lagi menerima pengunjung . Seandainya punya waktu
lebih, mungkin bisa mengunjungi stand makanan.
Bang Zamzami menjelaskan bahwa disini juga tersedia beragam stand makanan
dari beberapa negara. Kalaulah memungkinkan Aku ingin makan di stand makanan
Asia yang katanya orang Indonesia yang mengelolanya. Kami bertekat untuk datang
kembali, masih banyak stand yang belum kami kunjungi. Masih banyak rak penuh
buku belum kami jelajahi.
Malam kian larut, purnama di atas memberi Kairo sedikit warna. Indah. Walau
tak seindah indocress dipakai di jari-jemari lelaki Aceh, mungkin.
_____
Elmarq Jadidah, Cairo.
Selasa, 3 Februari 2015
EmoticonEmoticon