Tentang Gadis Bernama Rahmah

Sumber image: magic4walls.com

Hujan baru berhenti saat Agam selesai menyantap makan malam di sebuah rumah makan di daerah Lampriet, Banda Aceh. Saat hendak keluar dari warung makan, ia melihat seorang gadis cantik berdiri termenung di bawah pohon dekat rumah makan. Naluri laki-laki mengatakan, ia harus menghampiri gadis ini. Siapa tahu gadis ini membutuhkan pertolongan.

Agam mendekatinya. Gadis itu tersenyum. Agam menyapa, gadis itu tersenyum lebih manis lagi. Sama sekali tidak tampak rasa khawatir di wajah gadis itu saat melihat Agam. Senyum yang dibungkus make up tebal, semakin menggenapkan kecantikannya.

“Assalamu’alaikum... Lagi nungguin siapa, Dek...?”

“Lagi ngak nungguin siapa-siapa, Bang”

Jalanan di seputaran Lampriet masih ramai. Geliat kendaraan masih padat di jalanan. Agam mencoba menemani gadis ini, bertanya banyak hal. Ia tak tega membiarkan gadis secantik dirinya berdiri di bawah pohon sendirian di malam hari, walau cahaya lampu cukup terang saat itu.

Agam memang bertanya banyak hal. Namun, banyak hal juga yang tidak ia mengerti dari jawaban gadis itu. Bagi Agam, wanita memang sulit dimengerti. Ia tak peduli, berbicara dengan seorang wanita merupakan hal yang indah baginya. Sebuah jahitan bordir terlihat jelas di baju yang dikenakan gadis itu.

“Oh ya Dek, namanya Rahmah ya...? Tanya Agam sambil melihat ke arah bordiran nama yang melekat di baju gadis itu.

“Tahu darimana, Bang?

“Karena kamu itu rahmatullah, rahmat yang Allah turunkan untuk dunia. Khususnya dunia abang nanti.”

Walaupun basi, Agam mencoba merayu. Pengalaman Agam membuktikan. Wanita selalu suka dipuji, pujian selalu sukses karena wanita melihat dengan telinga.

“Ahhh... Abang bisa aja” Katanya sambil tersipu malu. Wajahnya dipalingkan kanan kiri. Tubuhnya goyang. Nyaris kehilangan gravitasi bumi. Kedua tangannya didekapkan di dada, terjadi gempa sekian skala righter di dadanya. Wajahnya mulai kemerah-merahan. Ia meloncat-loncat bak vampir dalam sinetron Korea. Sebelum roboh dengan gombalan pemuda, ia melanjutkan kalimatnya kepada Agam.

Abang hebat juga ya?

Hebat kenapa Dek...?

“Iya hebat, Abang bisa menebak tepat. Tadi katanya nama saya Rahmah, trus Abang bilang Rahmatullah. Seumur hidup saya baru Abang yang pinter nebak nama saya. Nama saya dua Bang. Kalau malem kayak gini nama saya Rahmah. Nah, kalau siangnya nama saya Rahmatullah, Bang.” Sambungnya malu-malu. Suaranya sekarang tidak lagi lembut. Matanya menatap liar.

Agam terhenyak. Ia berontak.

“Busyet dah, itu bukan Rahmatullah. Itu namanya Laknatullah.” Agam berteriak kencang. Ia merasa mual, bagai terombang-ambing di gelombang tsunami. Tidak, bahkan baginya ini lebih menyakitkan. Agam muntah-muntah. Udang yang dimakan tadi magrib muncrat keluar.

“Aduh Bang, kok si Abang jadi kasar banget.” Kata Rahmah. Kemudian ia melanjutkan, 

“Makanya kalau makan jangan berlebihan Bang. Berlebihan itu sifatnya setan. Tuh kan, muntah-muntah.” Ucap Rahmah sambil menepuk punggung Agam. Ia menepuk punggung Agam dengan sangat lembut. Hawa sejuk musim hujan menerpa wajah Rahmah. Tidak dengan Agam, ia ditimpa hawa neraka. Makin lembut Rahmah menepuk punggungnya, muntah Agam semakin parah.

“Ya Tuhan, tragedi apa yang terjadi malam ini. Aku seperti kehilangan jiwa. Sebelumnya ada kebahagiaan meledak di hati, sekarang aku seperti mau mati. Kutukan apa ini.” Agam membatin dalam hati. Agam nyaris kehilangan kesadaran. Ia tak lagi menghiraukan Rahmah. Baginya dunia terlalu kejam malam itu.

Saat itu Agam sadar, cover secantik apapun itu tetap bisa menipu. Bagi seorang pemuda seperti dirinya, ini tipuan paling terkutuk di dunia. Cuma berita-berita hoax kebencian di media sosial yang mampu mengalahkannya. Jika saja kabar hoax itu disebarkan oleh Rahmah jadi-jadian ini, tambah terkutuklah dunia. Dunia sudah sangat kotor, lebih kotor dari muntahan makanan Agam.

Agam masih terpaku di tempat melihat kelakuan ajaib gadis ini. Dari kejauhan, tampak dua orang berseragam sama berlari menghampiri Agam. Lalu dengan cepat memegang tangan Rahmah atau Rahmatullah. 

“Maaf Bang, ini pasien kami, tadi lepas pas mau minum obat. Sekali lagi maaf, Bang.”

Agam termenung. Ia melihat sebuah tulisan di seragam yang dikenakan dua orang itu dengan jelas, Pusat Rehabilitasi Psikologi Banda Aceh.”

Sebelum membawa pergi Rahmah, salah satu petugas itu kembali menghampiri Agam. 

“Bang, dia itu hampir sembuh. Kalau Abang suka, bisa kami kenalkan dengan orang tuanya” Bisiknya kepada Agam sambil menunjuk ke arah Rahmah. 

“Besok, kalau dia sembuh, gantian aku yang akan masuk ke panti rehab itu. Aku perlu direhab juga kayaknya." Jawab Agam dengan nada putus asa. Agam butuh istirahat. Malam itu, terlalu kejam baginya. Nyaris saja ia terjebak, tersesat dalam lakon tak biasa.[]


____
Cairo, Mesir.
Ditulis tengah malam di malam dingin yang menusuk perasaan. Sebuah cerita yang dibuat tak serius, hanya untuk mengasah kembali semangat menulis yang mulai padam. Saya meminta maaf jika terdapat kesamaan nama tokoh dan karakter. Tidak ada niat sama sekali untuk menghina ataupun merendahkan seseorang.

Ditulis bukan untuk mengenang Rahmah, gadis manis cerdas nan shalehah permata khatulistiwa. Bukan juga untuk mengenang Rahmah yang lain, yang sekarang sedang berperan sebagai makhluk halus film horor Indonesia. Apalagi untuk mengenang Rahmah jadi-jadian.

Ini juga bukan tentang Rahmah, mantan kekasih hati kawanku yang memutuskan menikah dengan laki-laki lain. Sakit memang. Makanya jauh-jauh hari aku menyarankan, jangan pacaran! Islam tidak mengenal pacaran. Yah, walaupun ada yang namanya hijab syar’i, tidak ada namanya pacaran syar’i. Kalau ada pasti MUI langsung mengeluarkan label "halal" pacaran. Namun, nasehatku itu tidak digubris.

Pacarnya dinikahi orang lain, sedang ia menikahi dinding kamar, dengan mahar air mata. Berbulan madu dengan kegalauan dan kesendirian. Melihat pemuda seperti dia menangis membuatku khawatir.  Bisa-bisa tangisannya merubah dia menjadi seperti Rahmah di atas. Hilang kasih sayang, mencari kasih sayang dengan cara lain. Di panti rehab.

 “Galau sih galau Bro... Tapi hidup harus tetap dijalani. Aku ngak mau Kau terus seperti itu. Aku ngak tega Kau berubah bentuk menjadi seperti Rahmah di atas. Kalau gara-gara itu, nanti Kau berubah seperti itu, aku ngak tahan untuk tidak melemparimu batu. Hahahaa.”

Maaf, kok kesannya saya malah jadi curhat begini. Anggap saja angin lalu. :D



Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

2 comments

Write comments
December 8, 2016 at 4:02 PM delete

Hahaha....tulisan yang menggelitik. Bukan hanya perut yang tergelitik tapi hati juga ikutan...apalagi d bagian ' Ini juga bukan tentang Rahmah, mantan kekasih hati kawanku yang memutuskan menikah dengan laki-laki lain'. Meski bukan bagian dari kisah si agam dan rahmah...bagiku itu tetap saja sama. Sama-sama ada rahmah disana..haha...rahmah yang di impikan oleh oleh si agam yang tidak tepat untuk nya..ups..malahan ikut curhat..haha..

Tulisan yang keren bang farhan...saya pengungjung setia blog abg...
Pertahankan bg...

Im watching you..hihi

Reply
avatar
December 9, 2016 at 1:02 AM delete

haha,
makasih banyak firdaus. Nyoe dari kisah-kisah tragis nan pilu kawan-kawan juga. Makanya dilarang pacarang. hahaha
Semoga kita dijauhkan dari cinta yang merusak dan tak bergizi.
Trimong gaseh ka neubuka buka blog meutuah nyoe... :D

Reply
avatar