Lagi-Lagi Hoax dan Kebencian

Sumber gambar: www.srilankabrief.org


Indonesia hari ini terlalu membosankan, hanya lantaran kompetisi gila segelintir manusia memperebutkan tahta, kita ikut terjebak dalam permainan sarap tak bertepi. Kita seakan telah kembali menjadi manusia purba, tak lagi beradab dan berbudaya. Yah, walaupun aku sendiri tidak percaya manusia purba itu pernah ada, kalaupun manusia purba itu pernah ada mungkin saja ia akan ikut tertawa melihat tingkah manusia generasi smartphone yang katanya beradab dan berbudaya.

Lihat saja, bagaimana mungkin zaman yang dianggap sebagai era pencerahan begini, banyak manusia yang masih terjebak dalam pembodohan opini. Aku mungkin termasuk salah satu yang terjebak dalam pembodohan opini. Arus informasi tak lagi terbendung, benar-benar bikin bingung. Kesalahan dianggap sebuah keunggulan, keunggulan dianggap sebuah kebusukan. Benar menjadi salah, dan salah lantas menjelma menjadi kebenaran. Informasi yang seharusnya mencerdaskan, malah semakin membingungkan.

Otakku sulit mencerna dengan benar semua informasi. Hampir tiap hari otakku ini dipaksa menjadi tong sampah informasi, memilih, dan memilah. Informasi yang baik kurawat dengan baik, yang tidak bermanfaat, kucoba daur ulang, terkadang kujadikan pajangan, jika beruntung bisa kugunakan sebagai alat pengusir setan. Namun, akhir-akhir ini entah mengapa, hampir semua informasi yang kudapatkan di media sosial terutama facebook berisi sampah busuk bahkan kotoran. Bukan hanya tidak bisa didaur ulang, tapi menjijikkan.

Mengkonsumsi berita tak lagi peduli kritik sumber, asal usul berita. Hoax menjerat bak simpul tali tiang gantungan, membunuh karakter siapa saja yang dikehendaki. Dengan smartphone tak jarang kita berubah menjadi manusia hina; tak beradab; biadab. Berapa banyak sudah jiwa terluka dan terbunuh hanya gegara berita dibuat asal-asalan, menjadi viral lalu dijadikan alat untuk membunuh. Ya, alat murah dan mudah untuk membunuh karakter orang yang dibenci. Benar-benar keji.

Hoax lagi, lagi-lagi hoax. Bagi sebagian orang, ini seperti saat kita ingin makan, tapi ada banyak belatung dalam piring nasi. Sebagian merasa jijik, mereka lantas membuang nasi besarta piring-piring sekalian. Banyak harus keluar dari berbagai group; Facebook, WA, dan sejenisnya yang tidak mendidik. Sebaian bahkan menutup akunnya sementara. Sebagian lain yang terlalu lapar (informasi) malah tertantang, memilih dan memilah dengan teliti belatung bernama hoax, dan membuangnya.

Aneh bagi sebagian yang lain, malah bangga menjadi belatung. Membuat berita hoax menjadi perkerjaan rutin, mendatangkan rupiah. Atau sebagian yang lain lagi, sengaja menjadi pelempar belatung busuk ke tumpukan nasi karena menganggap itu adalah lauk-pauk yang nikmat. Tak peduli orang lain akan muntah melihatnya, apalagi memakannya. Mungkin dua tipe ini, memang sudah menjadikan belatung, bangkai dan kotoran makanan pokoknya. Sehari tanpa membuat dan menyebarkan berita hoax, tak enak badan, sakit-sakitan.

Sebagai makhluk yang memiliki hati, kita ini terlalu mudah terbawa emosi. Mudah tersinggung dan mudah terbawa perasaan; marah; akhirnya meledak; menghancurkan segalanya. Kita lupa, emosi yang sulit terkontrol dengan baik hanya akan menimbulkan bencana yang lebih besar (nasehat seperti ini biasanya lahir dari lisan Om Mario). Om Mario saja yang terkenal bijak setengah mati juga terjebak dalam emosi labil, apalagi saya yang hanya butiran kerikil di sela-sela sepatunya Om Mario.

Emosi tak terkendalikan inilah yang dimanfaatkan oleh sebagaian orang, untuk apa? Untuk mendapatkan rupiah melalui propaganda berita, menghina orang lain bahkan membunuh (karakter) orang tersebut. Terus yang untung siapa...? yang jelas yang diuntungkan bukanlah Kolonel Untung yang dari PKI itu. Dia sudah mati, dimakan belatung, nasibnya hingga mati tidak pernah untung, meskipun bernama Untung. Eiist...Stop, tulisan ini sudah belok sedikit. Haha

Terus, siapakah yang diuntungkan dalam hal ini? Untuk menjawab ini tidak bisa asal. Yang pastinya pihak yang menjadi korban berita hoax adalah pihak yang dirugikan. Lihat saja, bukan hanya berita hoax. Berita yang benarpun diotak-atik oleh orang tak berotak demi suatu kepentingan. Berita-berita baik dipreteli menggunakan kalimat sarkasme, diksi-diksi tercela dan tak beradab. Berita bahkan diplintir demi membentuk opini yang buruk terhadap sesuatu. Kita diajak untuk terus berfikir negatif, buruk dan busuk.

Hoax ini tidak mengenal kebodohan, cerdas sekalipun dikuasai hoax. Hoax tidak mengenal umur dan jenjang pendidikan. Lihat saja, sekaliber profesor ternamapun terkadang terjerat dalam isu hoax. Hoax hanya mengenal satu hal, kebencian, kebencian dan kebencian. Hoax sebetulnya disebarkan dengan dua tujuan, pencitraan atau kebencian. Namun hoax terkait kebencian terlihat lebih segar dan aduhai.

Satu hal yang sangat aku takutkan, jika saja hoax jenis ini menyebar di seluruh dunia, dunia akan diliputi kebencian, diliputi kebencian berati kehancuran. Sebagai makhluk, khalifah di bumi, kita diciptakan sebagai penyebar cinta (rahmat) bagi segenap penduduk bumi. Menyebarkan kebencian, berarti khianat terhadap pencipta.


”Jika Rasulullah Saw diutus untuk menyebarkan cinta (rahmat) untuk semesta alam, tidakkah kita malu jika tujuan kita dilahirkan hanya untuk menyebarkan kebencian dan keburukan?. Tidakkah kamu ingat bahwa setiap surat dalam al-Qur’an (kecuali surat at-Taubah), selalu dimulai kalimat Bismillahirrahma nirrahim, kalimat cinta paling indah dari maha pencipta? Ataukah mungkin kita mulai jarang mengaji dan sibuk membenci, hingga lupa ada banyak kalimat cinta di dalam al-Qur’an.”


______

Note:
Hanya pingin curhan, mohon dimaklumi jika tidak runut dan beraturan. Walau biasanya memang jarang tulisan saya yang beraturan. hahahaa.  

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »