Sumber image: www.theportugalnews.com |
Menjelang 2017. Petugas
kebun binatang Ragunan yang diwawancarai menyebutkan, bahwa selama kontestasi
pilkada Jakarta, binatang-binatang liar di kebun binatang Ragunan banyak kabur
dan bergentayangan di media sosial. Ia mengingatkan masyarakat Indonesia untuk
berhati-hati dan melaporkan kepada pihak Ragunan jika menemukan kata-kata binatang
seperti: jerapah, kuda nil, sapi, kodok, kerbau, anjing, babi, orang utang, kampret, cebong dan cebok. "Mohon abaikan yang disebutkan terakhir, itu bukan jenis binatang ya."
Petugas Ragunan menyebutkan
kosa kata itu hanya pantas berada di kebun binatang, seperti halnya Ragunan. Pihaknya
menyebutkan pihak kepolisian juga sudah dimintai bantuan terkait lepasnya
beberapa ungkapan hewan dari kebun binatang Ragunan dan bergentayangan di media
sosial.
Jauh dari pusat ibu
kota Jakarta. Di sebuah negeri paling barat Indonesia. Seorang petugas
kebersihan di tempat pembuangan sampah akhir terbesar di ibu kota provinsi
mulai mengeluhkan daya tampung sampah dan kotoran dari seluruh negeri.
“Akhir-akhir ini
Pak, saya dan kawan-kawan di sini sangat capek. Kerja sangat berat. Dulu hanya
ada sampah biasa, organik, anorganik dan sampah limbah. Sekarang, hanya
gara-gara Pilkada, petugas kami kewalahan menampung sampah. Lihat saja Pak,
bahkan sampah dan kotoran di media sosial harus dibuang di sini. Coba lihat di
sana, sekarang sampah dan kotoran dari media sosial lebih besar dari sampah
biasa.” Keluh beliau panjang kali lebar kali tinggi kali gunungan sampah media
sosial.
“Dulu banyak
pemulung di sini, semenjak sampah media sosial ikut dibuang di sini, mereka
satu persatu hilang, memulung di tempat lain. Katanya, mereka tak tahan, sampah
media sosial sangat bau, menjijikan dan tak bisa didaur ulang. Kemarin beberapa
kawan saya juga mulai mengeluhkan sakit sesak nafas, sesak pikiran, hingga
nyaris stress saat berhadapan dengan sampah media sosial,” katanya melanjutkan.
Petugas asal Aceh yang
tak mau disebutkan namanya itu menilai, sampah media sosial lebih busuk, lebih
bau, dan jelas merupakan polusi udara bagi dunia yang kekurangan udara segar
dan sehat. Pihaknya sekarang sedang mengupayakan penambahan petugas kebersihan
untuk mengelola sampah dan kotoran jenis baru dari media sosial. Hal serupa ternyata
juga dialami petugas kebersihan di seluruh tempat pembungan sampah lain di Indonesia,
seperti Bantar Gebang, Muara Fajar, Mojo Sari, Bukit Pinang dan Gampong Jawa.
Hal senada juga
disampaikan petinggi pengamat media sosial, Broh Putoh. Menurutnya, media
sosial sekarang sudah jauh dari nilai-nilai sosial. Kontestasi Pilkada di
seluruh daerah di Indonesia semakin membuat masyarakat kebingungan dan mudah
emosi. Ujaran kebencian, caci maki, fitnah hoax tak lagi terkendali. Broh turut
menyesalkan, sebagian pihak yang merupakan panutan masyarakat bukannya
menenangkan suasana, bahkan sebagaian menjadi provokator.
“Dunia sekarang
sedang menghadapi isu pemanasan global tingkat tinggi. Kita seharusnya turut
berpartisipasi demi terwujudnya iklim dunia yang segar, sehat dan penuh gairah.
Bukannya malah menambah polusi udara dan lingkungan,” keluh Broh Putoh.
Beberapa bulan yang
lalu, jauh sebelum kontestasi Pilkada dimulai, pemerintah pusat bekerja sama
dengan pemerintah daerah sudah mengingatkan semua hendaknya semua pihak dapat
menjaga kebersihan lingkungan demi terciptanya iklim yang segar bagi seluruh
masyarakat. Nampaknya kampanye kebersihan “Marilah buang sampah pada tempatnya”
telah gagal diwujudkan. Petugas kebun binatang dan petugas kebersihan telah
membuktikannya.[]
“Kita sudah mengenal pendidikan kebersihan sejak SD, SMP, SMA sampai kuliahan, masak harus diajarin lagi cara membuang sampah yang baik pada tempatnya...? Malu dong sama anak-anak PAUD dan anak-anak TK.”
...
Farhan Jihadi,
Melaporkan langsung
dari media sosial terbesar di dunia yang sekarang menjadi tempat alternatif buang sampah dunia: Facebook.
EmoticonEmoticon