Hikmah: Laki-Laki Badui yang Kencing di Dalam Mesjid Nabawi

Jama'ah shalat Magrib di Mesjid Nabawi saat Ramadhan.
Sumber foto: dokumentasi pribadi

Madinah. Pada suatu hari, seorang Arab Badui masuk ke dalam mesjid Nabawi –pada saat itu mesjid Nabawi masih cukup sederhana dengan lantai berupa tanah. Laki-laki itu lantas menuju salah satu sisi dalam mesjid Nabawi ingin menuntaskan hajatnya, ia buang air kecil di salah satu bagian mesjid. Laki-laki Badui itu kencing di dalam mesjid!

Melihat kejadian itu, para sahabat yang sedang berkumpul bersama Rasulullah Saw marah dan dengan buru-buru langsung  menghampiri Badui itu untuk mengusir dan melemparnya ke luar. Rasulullah Saw yang melihat gelagat para sahabat, lantas mencegahnya.

“Jangan, jangan kalian melakukan itu, jangan kalian menyekat kencingnya” Rasulullah Saw berkata kepada sahabat. Para sahabat mematuhi perintah Rasulullah Saw dan membiarkan laki-laki Badui itu menyelesaikan hajatnya; kencing hingga selesai di dalam mesjid.
Ketika melihat laki-laki Badui selesai menunaikan hajatnya, Rasulullah Saw lantas menghampirinya dan bersabda dengan lemah lembut:

“Wahai saudaraku, sesungguhnya mesjid ini dibangun untuk beribadah dan bukanlah dibangun untuk melakukan hal seperti ini.”

Mendengar Rasulullah Saw yang berpesan dengan lemah lembut, berbeda dengan yang dilakukan para sahabat dengan memakai cara tidak baik dan kekerasan. Laki-laki ini Badui ini kemudian berdo’a kepada Allah Swt.

“Ya Allah, berikanlah rahmatmu kepadaku dan Muhammad. Dan janganlah engkau memberikan rahmatmu kepada siapapun yang bersama kami” Sangking kesalnya Badui ini kepada sikap sahabat kepadanya yang tidak tahu apa-apa, ia sampai berdo’a kepada Allah agar tidak merahmati mereka semua. 

Mendengar hal itu, Rasulullah Saw bersabda lagi:
“Sesungguhnya Engkau telah menyempitkan rahmat Allah yang luas itu”

***
Hari ini, jika seadainya datang seseorang yang tidak tahu agama masuk ke dalam mesjid, katakanlah mesjid Istiqlal Jakarta, apa yang akan kita lakukan? Marah? Memakinya? Melemparnya ke luar? Tidak cukup, kita mungkin akan memukulnya hingga berdarah-darah bahkan mungkin karena sangking ramenya massa tidak terkontrol, ia  berakhir mengenaskan, bahkan tewas. Sering kali kita mendengar hal seperti ini di media massa atau media sosial?

Kamu mungkin akan menjawab, itu kan beda. Mereka yang kebanyakan tewas itu merupakan maling celengan mesjid. Bukan orang yang kencing di Mesjid. Terus dimana perbedaannya, mereka itu tetap telah menistakan mesjid. Mungkin saja mereka terpaksa menjadi maling celengan kotak amal mesjid karena kebutuhan, terus tanpa tahu penyebabnya ia akhirnya dipukuli lalu mati. Sadis.

Yang lebih psikopat lagi, terkadang kita mendengar dikerumunan massa yang ketangkap itu, “Jangan bunuh dulu, ikat dia, siksa dia, silet-silet saja dia, kupas tuntas dia setajam silet. Kencing kok di dalam mesjid. Eh, maksudnya, mencuri kok di dalam mesjid. Benar-benar penghinaan agama nih orang, punya DNA kafir pasti.”

Melihat gelagat tak menguntungkn perampok itupun berteriak, “Jangan bunuh saya, saya punya 10 juta uang di dalam kantong, kita bisa bagi bersama, saya hanya mengambil hak saya di mesjid yang belum dibagi”. Massa terdiam, lalu akhirnya mereka bernegosiasi, “masing-masih bisa dapat gopek. Cukuplah untuk ongkos Gojek selama sebulan”. 

Lalu saya tersadar, rupanya saya sedang sedang bermimpi. Hal ini tentu tidak pernah terjadi di Indonesia. Indonesia negeri yang ramah, lemah lembut, tidak suka kekerasan, anti aksi anarkis. Kalaupun terjadi, jangan percaya. Kasus seperti ini hanyalah segelintir dari kasus hoax yang perlu diberantas hingga ke nenek kakeknya. Harus segera dikuburkan dari permukaan negeri yang cinta damai ini.

***
Kembali ke zaman Rasulullah Saw. Zaman penuh kasih sayang dan kelembutan.

Apa yang dilakukan Rasulullah Saw saat melihat para sahabat dalam keadaan marah dan hendak mengusirnya dari dalam mesjid? Rasulullah Saw malah mencegah para sahabat, melindungi dan membiarkan Badui itu kencing dengan nyaman hingga selesai.

“Jangan menyekat kencingnya” begitulah pesan Rasulullah Saw. Rasulullah memberikan perlindungan kepadanya, beliau lebih mementingkan kesehatan Badui tadi. Menahan kencing tidak baik bagi kesehatan. Seandainya para sahabat langsung mencegahnya saat kencing, mungkin hal itu akan membawa penyakit kepadanya.

Rasulullah Saw mengutamakan kesehatan Badui tadi meskipun ia telah berbuat hal tercela di dalam mesjid. Kemudian menjelaskan dengan baik dan cukup lembut kepada Badui tadi. Rasulullah Saw lebih mengutamakan sisi kemanusiaan daripada sisi bagunan mesjid. Nilai-nilai kemanusiaan lebih di dahulukan oleh Rasulullah Saw.

Syekh Ali Jum’ah as-Syafi’i –salah satu ulama besar Islam saat ini, dan mantan mufti Mesir 2003 hingga 2013– pernah mengatakan kata-kata yang indah berkaitan dengan hal ini:
الإنسان قبل البنيان، الساجد قبل المساجد
"Nilai kemanusiaan lebih patut diutamakan dari nilai bangunan. Dan orang yang sujud lebih patut diutamakan dari tempat sujud itu sendiri”  

Rasulullah Saw lebih mendahulukan membangun nilai kemanusiaan daripada membangun bangunan fisik. Seperti halnya beliau memilih untuk menyatukan kaum Muhajirin dan Ashar sebelum segalanya, juga membuat perjanjian kerja sama yang baik dengan kaum non Muslim Madinah, hingga tercipta keharmonisan dalam bernegara.

“Orang yang sujud lebih utama dari tempat sujud.” Seseorang yang datang ke dalam masjid lalu kencing di dalamnya atau orang-orang yang melakukan kemungkaran. Kesehatan dan keselamatan dirinya lebih diutamakan daripada kemungkaran yang ia lakukan.

Rasulullah Saw mendakwahinya dengan cara yang baik dan lemah lembut. Lalu bagaimana respon Badui tadi, ia kemudian mendoakan Rasulullah dan tidak mendoakan para sahabat yang melihatnya dengan raut muka penuh kemarahan.

Beginilah cara Rasulullah Saw mengajarkan kita. Menjaga kesehatan, keselamatan dan memberikan perlindungan kepada manusia hendaknya lebih didahulukan daripada mencegah kemungkaran yang dilakukan. Cara Rasulullah Saw dalam menyikapi masalah dengan lemah lembut inilah yang seharusnya menjadi teladan kita. Rasulullah Saw bersabda, "Sesungguhnya aku (Rasulullah Saw) diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik". 

Identitas seorang muslim adalah akhlak yang baik, karena tujuan hidup di dunia ini hanya satu, mencintai; mencintai diri sendiri; orang tua; sesama muslim; sesama manusia; mencintai sesama makhluk hidup; mencintai lingkungan. Inilah yang selalu diajarkan Rasulullah. Cinta inilah yang akhirnya bermuara kepada cinta tak terbatas, cinta hakiki, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Allahumma Shalli ‘Ala Muhammad wa ‘ala Aali Muhammad. 

Bukankah lebih banyak ayat-ayat al-Qur'an yang mengajarkan cinta dan surga daripada neraka dan kebencian...? Bukankah Rasulullah Saw juga selalu mengajarkan cinta. Terus, sebagai muslim yang baik, mengapa kita lebih mencintai kebencian...?


___
Note:

Disarikan dari salah satu pesan dan ceramah Habib Ali Jufri.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »