Gambar: flickr.com |
Aman dan Amin menelusuri jalan-jalan, melewati
lorong-lorong. Mereka berjalan kaki
sambil mengobrol macam-macam.
“Lihat Min, negeri ini begitu kotor. Kumuh dan jelek. Sampah
berserakan dimana-mana. Tidak ada seorangpun yang peduli, apalagi pemerintah”
Keluh Aman sambil membuang bungkusan rokok di tengah jalan yang mereka lalui.
Amin tidak peduli. Tanpa sepengetahuan Aman, Amin memungut bungkusan rokok itu
lalu membuangnya ke tempat sampah.
Mereka kemudian berbelok ke kiri. Menelusuri lorong-lorong
baru. Kemudian Aman dan Amin berhenti seketika melihat dua orang sedang beradu
lidah. Cek cok di tengah jalan. Beruntung, beberapa orang datang dan melerai
pertikaian mulut lebih besar terjadi.
“Lihat lagi Min. Masyarakat negeri kita begitu temperamen.
Tidak seperti masyarakat Eropa, lemah lembut” Amin yang mendengar ocehan Aman
hanya terdiam. Aman terus menyembulkan asap rokok dengan kasar. Aura kemarahan
sangat jelas di wajahnya.
“Bangsa kita mudah tersulut emosi. Mudah panas. Benar-benar
memuakkan” Nada Aman semakin meninggi seakan Amin disalahkan. Sesekali ketika
berbicara dengan nada tinggi Aman meludah-ludah ke tanah. Wajahnya beringas
seperti harimau terbakar ekornya.
“Kenapa bangsa kita tidak bisa menjadi seperti bangsa Eropa.
Bersih dan sopan santun. Bangsa kita bangsa tidak beradab. Bodoh. Tolol”
Semprot Aman kepada Amin sambil melempar puntung rokok ke pinggir jalan dengan
kasar. Amin kembali memungut puntung rokok tersebut tanpa sepengetahuan Aman.
Saat itu Amin hendak membuangnya ke tong sampah, namun tidak jadi dilakukan.
“Min Keuh, Kenapa negeri kita begini bodohnya, Min…?
Amin sedari tadi terus bersabar atas ocehan Aman menjadi
panas. Kesabarannya sudah diambang batas, sesekali asap keluar dari kedua telinganya.
Aman lantas memasukkan putung rokok tadi ke saku baju Aman.
“Di Eropa sana ngak ada orang seperti eluu, di Eropa ngak ada
orang buang sampah dan marah-marah sembarangan seperti eluu. NGACA GUBLUUK...!!!”
Amin berteriak keras, tepat muka Aman.
“Kamu kenapa, Min…? Kenapa ekspresimu seperti itu”
Amin yang ditusuk dengan pertanyaan seperti itu cuma bisa
bengong. Mulutnya terbuka lebar-lebar, rahang bawahnya menyentuh tahan.
“Hah…. Aku lupa, rupanya Aman budeg. Tuli permanen sejak
beberapa tahun lalu” Gerutu Amin dalam hati.
EmoticonEmoticon