Image: Google |
"Gam, kata pak ustad, kemungkinan malam ini malam Lailatul Qadar, kita harus makin semangat beribadah Gam. Kalau awal Ramadhan kita shalat tarawihnya delapan rakaat, sekarang seharusnya dua puluh ditambah Qiyamul Lail lagi. Gitu Gam" ujar Agam menirukan tausiah ustad yang ia dengar di mesjid.
"Kok pak ustad bisa seyakin itu kalau malam ini Lailatul Qadar...? Jangan-jangan pak ustad itu punya kenalan orang dalem ya Bang...?"
"Bukan begitu, malam Lailatul Qadar itu menurut riwayat shaheh jatuhnya di sepuluh akhir Ramadhan dan terjadinya itu pada malam ganjil. Ada juga pendapat di lima belas akhir Ramadhan. Nah, kebetulan malam ini malam ganjil, Gam. Ustad bilangnya cuman kemungkinan, ngak pasti malam ini. Karena ngak ada yang bisa pastikan" Bang Mae kembali menjelaskan dengan bijaksana dan santun.
"Nah, itu dia Bang. Karena malam Lailatul Qadar jatuhnya khusus di malam ganjil. Aku itu shalat tarawihnya itu plus Qiyamul Lail-nya di malam ganjil aja Bang. Kalau malamnya ganjil, aku ngak tidur sampai pagi Bang"
"Lho... Bukannya malam ini malam ganjil, Gam. Masak kamu bisa lupa kalau malam ini malam ganjil...?"
"Kita itu beda Bang. Abang itu puasanya ikut pemerintah. Nah, kalau saya ngak ikut pemerintah, saya puasanya lebih cepat satu hari. Jadi, menurut saya malam ini malam genap Bang. Bukan malam ganjil. Ini ikhtilaf ulama Bang, jangan terlalu diambil pusing" Ujar Agam penuh semangat.
"Ooee... Begitu" Bang Mae lalu terdiam beberapa saat, otaknya tengah menganalisa argumentasi Agam yang tampaknya logis. Bang Mae yakin Agam menjawab seperti itu untuk menghindari seruannya untuk menambah amalan di akhir Ramadhan. Iming-iming malam Lailatul Qadar dengan sejuta pahalanya itu hampir gagal. Bang Mae kembali memutar otak agar Agam kembali tertarik.
"Hmmm... Begini Gam, malam Lailatul Qadar itu jatuh cuman sekali dan di malam ganjil di akhir Ramadhan. Nah, bisa jadi malam Lailatul Qadar itu jatuhnya di malam ganjil sesuai versi kamu atau bisa jadi jatuhnya di malam ganjil versi pemerintah. Di saat versi kamu itu malamnya ganjil, versi pemerintah sudah genap."
"Jaahh, kalau itu saya juga tahu Bang" Agam memotong kalimat Bang Mae sebelum menuntaskannya.
"Dengar dulu, Gam. Karena itulah, sudah semestinya kita tidak hanya memilih malam ganjil untuk meningkatkan amalan kita di akhir Ramadhan. Sekarang di Indonesia lagi malam ganjil, tapi di negara lain yang puasanya lebih cepat atau lambat satu hari tentu hitungannya masih genap." Ungkap Bang Mae.
"Jadi saya harusnya gimana Bang...?"
"Mulai malam besok, berhenti menghitung malam ganjil genap. Beribadahlah sebanyak mungkin, apalagi di akhir Ramadhan. Ibadah kepada Allah kok pakai hitungan ganjil genap. Malu dong Gam."
"Biasa aja dong Bang. Di luar malah lebih banyak yang bisa mikir perhitungan sama sekali. Makin akhir Ramadhan, makin kosong shaf-shaf mesjid. Mendingan saya Bang, masih bisa hitung ganjil genap" Ujar Agam sambil tertawa lepas. Terbahak-terbahak, merasa kembali lebih unggul.
"Terserah kamu aja, Gam. Saya cuma mengingatkan. Dan satu lagi, kalau ketawa itu corong mulutnya jangan ke muka saya. Bau kasturinya masih terasa, Gam." Kata Bang Mae sambil berlalu pergi sambil mengusap-usap wajahnya yang sudah terkena tetesan kasturi made in Agam.
"Nampaknya si Gam belum gosok gigi, jadi ngak ikhlas aku gara-gara ini" Bang Mae menggurutu dalam hati.
EmoticonEmoticon