Salah Panggil Nama

Di salah satu bagian kampus. (Foto: Dok. Pribadi)
Duwal 'Arabiah. Kampus ini memiliki sistem yang lumayan rapi, misalnya saja dalam kantor administrasi, mahasiswa yang memiliki keperluan harus registrasi dengan mengambil nomor antrian layaknya di perbankan. Kertas antriannya pun dibedakan sesuai bagian administrasi yang ingin kita kunjungi: bagian diploma (pra-magister), magister dan doktoral. 

Aku tiba di kantor administrasi kampus dan langsung meminta nomor antrian kepada Ammu Sayed, petugas yang duduk cantik di tempat registrasi. Biasanya Ammu Sayed menanyakan keperluan kita dan mau ke bagian administrasi mana. 

"Aku ingin mengurus surat aktif kuliah magister, Ammu," kataku. 

"Masyie... Okay..." Ammu Sayed kemudian menekan tombol di mesin elektronik dan memberiku kertas bernomor 201.

"Syukran Ammu, Ammu ganteng deh..."

Setelah menunggu lebih kurang sepuluh menit, akhirnya tiba giliranku. Dan aku pun masuk ke dalam ruang administrasi magister. Di dalamnya ada dua pegawai perempuan sedang duduk bermanis manja di balik meja kerja. 

"Ada keperluan apa? Mana nomor antriannya?" 

Aku kemudian menampakkan nomor 201.

Mereka berdua tersenyum. "Bukan ini. Ini nomor antrian diploma, kalau ruang diploma di sebelah ini. Kamu salah masuk ruangan," kata salah seorang dari mereka. 

"Oh ya, tadi saya dikasih Ammu Sayed cuma nomor ini."

"Ya udah, ambil lagi nomor antrian lain di magister."

"Okey... Asyiap Ibu...." 

Kemudian aku mengambil nomor antrian ulang di magister. Ammu Sayed memberiku nomor 9, sedang saat itu antrian baru berjalan di nomor 3. Masih agak lama. 

Nomor antrian. (Dok. pribadi)
Sambil menunggu antrian, aku bermain hp dan terkadang Ammu Sayed mengajakku berbicara. Bertanya tentang Indonesia dan hal-hal sederhana lainnya. Aku lantas bertanya nama dua pegawai perempuan di bagian magister kepada Ammu Sayed. Seingatku, sudah hampir dua tahun mengurus administrasi magister, aku belum hafal nama dua perempuan ini. Bagiku, terlalu susah mengingat nama perempuan, seperti rumitnya membaca perasaan mereka. Dan sepertinya nama perempuan yang selalu aku ingatnya, ya cuma Kamu aja. Iya, Kamu.

Sebenarnya, ada tiga pegawai di ruang magister, satu orang lagi laki-laki. Namanya Ahmad. Aku hanya ingat betul wajah pemilik nama ini, soalnya ia pernah bikin aku kesusahan dua tahun lalu saat pengurusan awal surat aktif kuliah. Hari ini kulihat batang tengkoraknya tidak tampak. Apa ia sedang ambil part time di tempat lain? Sebagai penjual gorengan atau narik ojek online misalnya. Entahlah. 

Kini giliranku tiba, aku masuk lagi ke ruangan tadi, dan sekarang aku sudah sedikit percaya diri. Saat aku masuk lalu duduk, mereka berdua tersenyum. Tumben mereka berdua tersenyum, biasanya suka cemberut. Apa karena wajahku hari ini terlalu manis sehingga membuat mata mereka silau?  

"Saya ingin mengurus surat aktif kuliah, sekalian ingin bertanya syarat untuk daftar sidang apa-apa saja," kataku pada salah satu dari mereka. Sesaat sebelum semua selesai dicatat, aku mencoba berbasa-basi dengan berterima kasih dengan menyebut nama beliau dengan sangat fasih. 

"Terima kasih banyak Ustazah Lola, semoga Allah memberkati Anda..."

Setelah mendengar ini, pegawai perempuan itu bengong, sedangkan petugas perempuan satu lagi tertawa.

"Siapa yang Kamu panggil Lola...?" 

"Apa? nama beliau Lola? kalau nama beliau Lola, nama saya berarti Nona?" sahut satunya lagi. Kini mereka berdua tertawa. Aku juga ikut tertawa pelan bagai orang bodoh. 

"Celaka aku, salah panggil nama. Padahal sudah kuhafal namanya tadi, kok bisa salah. Kurang asam nih Ammu Sayed, udah salah kasih nomor antrian, salah pula kasih nama orang," batinku.

"Maaf, maaf Ustazah. Saya benar-benar tidak tahu. Tadi Ammu Sayed kasih tahu saya bahwa nama Anda Lola"

"Yang benar Kamu, mana Ammu Sayed. Ini enggak kami selesaikan surat aktif kuliah Kamu," ancam salah satu dari mereka. Mampus aku, sial benar hari ini. Berulang kali aku minta maaf karena kesalahan tak disengaja ini. 

Mereka berdua masih tetap tertawa. Ini membuatku sedikti lega. Nampaknya mereka tidak marah atau bisa saja dua perempuan ini memang marah tapi menyembunyikannya dengan tawa. Semua perempuan memang cantik dan sulit dimengerti oleh otak laki-laki. Inilah alasan kita mencintai mereka.

Sesaat setelah itu, tanpa diduga Ammu Sayed masuk ke ruangan. Sesekali Ammu Sayed memang keluar masuk ke bagian magister, untuk memastikan atau mengecek sesuatu.  Ibu yang kupanggil Lola tadi langsung protes kepadanya. 

"Ammu Sayed, dibilang sama bocah ini, Anda bilang nama saya Lola, ya?" 

"Hah... Tidak, tidak pernah saya bilang Lola. Saya bilang Moona. Dia mungkin salah dengar, lalu panggil Anda Lola," kata Ammu Sayed membela diri. Cilaka.

"Waduh, maaf Ustazah. Ma'alaisy... Beliau benar, saya salah panggil nama..."

"Bagaimana bisa dari Moona menjadi Lola...?" 

Aku meminta maaf lagi, lagi dan lagi. Mereka berdua tertawa lagi, Ammu Sayed tak ikut ketinggalan. Kurang asam nih Ammu Sayed.

Susah memang jika terlalu mencintai seseorang, sering kali kusebut namamu, nama perempuan lain jadi salah, kan? Hahaha.

Hari ini aku sadar satu hal bahwa salah memanggil nama orang penting itu kadang bisa menggelikan. Enggak apa-apa salah manggil nama di sini, yang jangan itu salah nyebut namamu di akad nikah. Benar begitu, My Love?[] 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »