Para wisatawan di dalam masjid al-Azhar. (Foto: Dok. pribadi) |
Malam kemarin, ketika mau salat magrib, aku melihat sekelompok wisatawan asing yang berwajah Eropa sedang mendengar seseorang menjelaskan sesuatu di ruang tengah terbuka di dalam masjid al-Azhar. Mereka terlihat khusyuk mendengar penjelasan dari pemuda itu. Wisatawan asing masuk ke masjid Al-Azhar, yang perempuan diberikan kain dan jilbab untuk menutup aurat. belajar tentang sejarah masjid, berdiskusi sejarah Islam, dan melihat fungsi masjid sesungguhnya.
Aku hanya melihat mereka sekilas, lalu bergegas ke menuju saf salat. Ini sebenarnya bukan fragmen langka. Beberapa masjid di Mesir memang membuka diri untuk dikunjungi wisatawan, termasuk para wisatawan non-muslim. Mereka biasanya diberi penjelasan tentang sejarah masjid, Mesir, dan yang paling penting mengenal langsung Islam dari rumah Tuhan, tempat rahman dan rahim Allah disyiarkan dengan hebat.
Jauh ribuan tahun sebelumnya, Rasulullah Saw. juga pernah melakukan hal yang sama. Pada suatu hari, Rasulullah Saw. menjamu umat Kristiani dari Najran. Rasulullah Saw. mengajak mereka berdiskusi tentang agama dan ketuhanan. Ketika waktu sembahyang tiba, mereka meminta izin untuk melakukan ibadah di masjid. Para sahabat sempat protes. Namun, Rasulullah Saw. mempersilahkan mereka salat di dalam masjid Nabawi. Usai salat, Rasulullah Saw. kembali berdiskusi dengan lembut dengan mereka.
Pada April 2017 lalu, terjadi peledakan bom di gereja Mar Girgis, Tanta, Mesir. Bom meledak di tengah-tengah umat Kristen Koptik yang sedang beribadah. Korban tewas mencapai 28 jiwa, dan mecederai sedikitnya 70-an orang. Sebuah masjid berdekatan dengan gereja langsung membuka posko kesehatan untuk korban bom di gereja. Umat muslim datang untuk mendonorkan darah bagi korban peledakan bom.
Per hari ini, untuk menangkal aksi islamophobia, masjid-masjid di Eropa mulai membuka pintu yang luasa bagi pemeluk agama lain untuk masuk dan melihat masjid dari dalam. Mereka membuat program wisata dengan tema mengunjungi masjid. Setiap non-muslim diperbolehkan masuk masjid, berdiskusi, bahkan berdebat tentang agama dan ketuhanan.
Rumah ibadah seperti masjid seharusnya memang seperti ini, membuka diri seluas-luasnya kepada semua orang, agar kampanye rahmat dan rahim Allah, tidak hanya terkurung di komunitas muslim. Namun, juga menyebar ke luar, seluas-luasnya.
Menjadi muslim bukan berarti menghilangkan jiwa kemanusiaan terhadap pemeluk agama lain dan menutup diri dari pergaulan sosial. Masjid sudah seharusnya dikembalikan kepada fungsi utamanya, menyebarkan kebaikan dan keberkahan ke semua manusia. Kita tak pernah tahu, barangkali Allah memberi hidayah kepada para wisatawan non-muslim yang berkunjung Al-Azhar melalui masjid dan penjelasan ramah kita tentang Islam.[]
EmoticonEmoticon