Novel Orang-orang Biasa Andrea Hirata. (Image: Dok. pribadi) |
Aku mulai membaca novel ini dalam bus bernomor muka 80. Sebuah moda transportasi umum yang melayani penumpang dari Darrasah ke Hayy Asyir. Dalam bus bergerak dari Darrasah menuju Hayy Asyir yang berjarak sejam perjalanan itulah aku duduk di bangku belakang bus, tempat duduk favoritku. Di sini tempat nyaman untuk tidur tanpa ada yang menggangu, mendengar musik, mengotak-atik hape sambil membaca status di media sosial orang lain, membaca buku dan Al-Quran; atau hanya sekadar melamun saja.
Hari itu aku memilih membaca novel Orang-orang Biasa. Aku mulai tertawa saat membaca bab-bab awal novel milik Andrea Hirata ini. Aku tersenyum sendiri, seperti orang dimabuk cinta yang membaca balasan pesan pujaan hatinya. Bahwa ia penulis top yang mampu memadukan sastra dan humor dengan baik, adalah benar adanya. Wajahku tersenyum-senyum sendiri saat membaca narasi dan kisah kocak yang ditulis Andrea. Tidak peduli aku dengan sekitar, jika saja ada yang melihatku senyam-senyum tidak jelas di belakang bus, biarkan saja. Yang jangan mereka melihatku menangis.
Aku berhenti membaca saat tiba di Hayy Asyir. Kututup Orang-orang Biasa dengan berat hati. Ketika pulang kembali ke Husein, aku duduk lagi di bangku favoritku. Kubuka kembali novel yang sama. Namun, kelucuan di bab sebelumnya berhenti sebentar. Kelucuan itu tak bertahan lama. Ia berubah menjadi mendung yang membuat mataku basah dan gerimis.
Masih untung, siang itu aku memakai kacamata hitam ala Shah Rukh Khan seperti milik Inspektur Abdul Rojali dalam novel Orang-orang Biasa; jika pun aku mengeluarkan sedikit air mata, tidak ada yang tahu, bahkan orang di sampingku yang sibuk dengan gadgetnya. Jika orang-orang melihatku tersenyum sendiri atau tertawa sendiri, tidaklah mengapa. Aku tidak peduli dan tidak malu. Namun, ini lain perkara.
Aku tak ingin mengeluarkan air mata di depan orang-orang. Aib besar bagi laki-laki yang memuja diri sendiri dengan sebutan cool dan macho sepertiku ini membiarkan wajah mendung dan kehujanan di tengah terik matahari Kairo. Pantang bagi laki-laki mengeluarkan air mata.
Aneh memang, orang-orang terlanjur berpikir bahwa air mata hanya diciptakan bagi perempuan, dan situasi ini membuatku tidak nyaman. Mana ada laki-laki di dunia ini yang menangis; yang menangis hanyalah anak-anak, dan perempuan; selebihnya hanya kelompok banci kaleng. Keterlaluan! Sungguh tidak adil dunia ini, untuk perkara air mata saja begitu merepotkan. Atau jangan-jangan aku yang terlalu sendu dan mendramatisir keadaan. Entahlah.
Bagaimana tidak sedih, di halaman muka saja, Andrea Hirata menulis sebuah persembahan yang haru: mereka yang ingin belajar, tak bisa diusir. "Kupersembahkan untuk Putri Belianti, anak miskin yang cerdas, dan kegagalan yang getir masuk Fakultas Kedokteran, Universitas Bengkulu."
Alhasil, aku menutup buku, menarik nafas dalam-dalam, agar mataku tidak kembali basah. Aku meyakinkan diri bahwa buku ini tidak dibaca di tempat umum.
Bukan main novel ini. Setelah kubaca di rumah, bukan lagi kesedihan yang kuresapi, tapi narasi kocak dan adegan mengocok isi perut yang kudapat. Insting bercerita Andrea yang sudah kocak sejak dari dalam kandungan, malah melahirkan kelucuan demi kelucuan. Aku tergelak. Terbahak-bahak di atas kasur.
Melalui novel ini, Andrea berhasil menjadi pelawak artistik yang membuatku terpingkal-pingkal dengan cara bercerita kisah konyol dan tolol Orang-orang Biasa. Benar-benar kampreto nomero uno.
Bagiku, novel Orang-orang Biasa milik Andrea Hirata ini bukan sekadar novel. Meskipun banyak hal kocak yang mampu membuat mulut ngakak terbahak-bahak, novel ini mampu semangat idealis seperti layaknya buku pembangun jiwa. Ada tawa, ada bahagia, ada luka, ada tangis, dan ada air mata.
Jauh daripada itu, di sini ada sesuatu yang sangat berharga: ada harga diri dan wibawa. Sesuatu yang sangat berharga, yang tak bisa ditukar dengan apa pun, termasuk permata paling mahal harganya. Aku selalu kagum cara Andrea membangun kritik sosial dalam cerita. Di sini kita banyak mendapati untaian-untaian hikmah sarat nilai sosial yang mungkin sudah ditinggalkan banyak orang. Amazing.[]
Orang-orang Biasa Andrea Hirata. (Imange: Dok. pribadi) |
EmoticonEmoticon