http://ncclinked.com |
Nyak Ni hari ini datang ke rumah, beliau mengeluh pada ibuku, ia baru saja di-PHK pemilik rumah makan tempatnya bekerja. Nyak Ni bersedih, terkadang air mata jatuh membasahi keriput-keriput di pipinya. Ia memiliki beberapa anak, satu anaknya bahkan masih kecil. Suaminya telah meninggal tahun lalu. Belum lepas dari ingatan rasa rindu kepada suaminya, kini bayangan harus mencari kerja di mana menghantuinya.
Nyak Ni tidak mempermasalahkan kantornya, ia tidak juga mempermasalahkan bosnya. Kantornya memberinya upah yang layak, memperlakukannya dengan baik. Sangat baik. Tapi akhir-akhir ini kantornya diserang rumor busuk, bahkan cenderung bernada fitnah.
"Jangan makan di warung itu, makanan di warung itu mengandung zat-zat kimia yang merusak tubuh. Warung itu didapati memakai daging ayam tiren dan daging babi. Warung makan itu kami haram dikunjungi." Nyak Ni menuturkan kembali rumor-rumor yang marak beredar dengan air mata berlinang.
Nyak Ni sampai harus beristighfar berkali-kali mendengar hal semacam itu, fitnah-fitnah busuk disebar dengan massif. Orang-orang mulai jijik mendengar nama rumah makan itu. Restoran mulai bangkrut. Nyak Ni dan beberapa karyawan lain yang menggantungkan hidupnya di sana terpaksa menelan ludah dan air mata. Nyak Ni, para karyawan bahkan pemilik warung makan sudah melakukan klasifikasi bahwa itu hanya fitnah. Hal itupun nampaknya sia-sia.
Beberapa hari setelah Nyak Ni bersilaturrahmi di rumah, aku melihat rumah makan tempat Nyak Ni kerja sudah tutup. Namun, fenomena menarik terjadi. Sebuah restoran dengan gaya baru, berdiri. Restoran ini mengangkat jargon, "Rumah makan halal, tanpa penyedap dan tanpa unsur babi." Kalimat ini seolah-olah ingin meneguhkan keberkahannya, juga sekaligus menginjak restoran yang sudah runtuh di seberang. Berdiri di atas kesedihan Nyak Ni.
Aku iseng bertanya kepada masyarakat setempat. Warung makan baru ini katanya muncul hanya beberapa hari setelah warung makan yang dianggap “haram” itu ditutup. Sekarang warung makan ini selalu penuh dan ramai, seperti warung makan yang sudah tutup di sebelahnya.
Aku kemudian bertanya kepada beberapa orang, apakah pemilik restoran baru itu terlibat dalam menyebarkan rumor dan berita fitnah terhadap restoran Nyak Ni yang sudah tutup itu. Sebagian mereka tidak tahu, tapi sebagian yang lain mengiyakan. Sebelum pulang, dari luar restoran aku melihat seorang pria berdiri angkuh menatap ke luar jendela, tersenyum ke arah rumah makan Nyak Ni yang telah bangkrut.
Dalam perjalanan pulang, aku kembali teringat pesan Bob Sadino ketika ditanya bisnis apa yang bagus. Kakek Bob saat itu menjawab, "Bisnis yang bagus ialah bisnis yang dibuka, bukan yang ditanyakan." Kalau saja Kakek Bob masih hidup, mungkin aku akan berkata padanya: "Cara berbisnis bagus ialah dengan cara menjatuhkan bisnis orang lain, lalu berdiri di atasnya."
Jalanan masih basah, sisa-sisa hujan tadi malam. Di tengah perjalanan, aku menyempatkan singgah di salah satu gerobak bakso pinggir jalan. Mengunyah bakso di musim hujan bisa menghadirkan kehangatan tersendiri dalam tubuh, walaupun harus terpaksa melihat orang lain dengan pasangan-pasangan sok romantis (kalau ini bukan bikin hangat suasana, tapi tambah panas tubuh dan hati. Panas banget.
Saat sedang makan bakso, seorang pengunjung yang duduk sendiri di ujung berteriak. "Apa-apaan ini, kok bisa ada kecoa dalam mangkuk baksoku."
Pengunjung lain yang mendengar itu terkejut, beberapa terlihat mulai jijik, bahkan seorang wanita memuntahkan sisa-sisa mie di mulut ke wajah kekasihnya. Pemimpin gerobak bakso bergegas ke pengunjung itu, melihat kejadian sebenarnya. Ia sangat yakin, sangat tidak mungkin kecoa kecil itu jatuh ke dalam panci kuah baksonya.
"Kalau Mas masih tidak percaya, silahkan cek panci kuah bakso saya. Tidak ada hal aneh-aneh di sana. Sebelum jualan, saya sudah pastikan ngak ada hal seperti itu. Sayapun tidak tahu mengapa bisa ada kecoa di mangkuk bakso itu."
Dengan lembut ia tetap meminta maaf, dan akan mengganti kerugiannya. Mendengar hal itu bukannya malah memaafkan, ia malah semakin lantang berteriak dan memprovokasi pengunjung lainnya.
Pelayan yang dari tadi hanya diam dan melihat, mulai marah melihat bosnya dimaki di depannya. Dengan lantang iapun berkata dengan nada tinggi.
"Jangan-jangan Kau sendiri yang meletakkan kecoa itu yah? Hati-hati kalau ngomong, kami enggak pernah melakukan hal biadab seperti itu."
Keributan yang lebih besar hampir saja terjadi, untung pemilik gerobak bakso langsung menenangkan temannya. Ia cepat-cepat minta maaf sekali lagi kepada pelanggan yang sedang marah itu, juga pada semua pengunjung.
Semua pengunjung yang terlihat sedang makan bakso semakin keheranan, benarkah bakso yang mereka makan itu mengandung kecoa?
Dari jauh, saat berpaling, sekilas aku menangkap senyum iblis terpantul di wajah pengunjung “kecoa” itu. Mirip senyum pemilik restoran yang tadi kulihat.[]
EmoticonEmoticon