"Kopi hangat yang menyadarkan beku. Yang terang dan menghangatkan dari jauh, yang membasuh setiap kali kuterjatuh, adalah Kamu. Obat penyembuh. Izinkanlah kupilih dirimu sebagai tempat bersauh. Bersamamu kuingin saling berkesah keluh."
Begitulah harapku tiap malam menjelang subuh. Berdoa pada Tuhan, agar denganmu bisa hidup dan bertumbuh. Tentu saja, tak jarang dengan air mata yang jatuh.
Akhirnya, kopi hangat nan pekat tumpah di atas meja adalah sedih. Sedih yang berduka. Bunga tercabik telah kehilangan gula. Kupuja melati yang layu. Sehangat malam yang dingin, di antara ranting rapuh. Aku hanya tubuh yang telah kehilangan ruh. Sedang Kamu yang kubutuh, tak pernah izinkan aku berlabuh.
Kamu terus saja menyuruh mengayuh, tapi tak satu pun dermaga Kamu izinkan berlabuh. Dulu, sempat kupikir Kamu adalah obat penyembuh. Pembasuh setiap hatiku resah dan keruh. Sampai akhirnya aku sadar, bahwa Kamu adalah luka yang tak kunjung sembuh. Terlampau sakit, hingga aku lupa cara mengaduh.[]
EmoticonEmoticon