(shutterstock.com) |
Kita hidup di dunia dengan rantai kebencian yang tak pernah putus. Kelompok A di suatu tempat menyebarkan kebencian terhadap kelompok B. Di tempat lain kelompok B menyebarkan kebencian terhadap kelompok A. Padahal kelompok A ditempat tersebut tidak berkaitan terhadap kelompok A sebelumnya, dan sebaliknya kelompok B. Mereka hanya oknum sesat dalam tiap kelompok. Namun, kelompok ini disalahkan secara menyeluruh.
Dari ujaran kebencian, hasutan, menjalar kepada kekerasan dan pembantaian. Bukan menenangkan kelompok A dan B sama-sama membela diri, dan bahkan memprovokasi kebencian lebih dalam lagi. Akhirnya dunia terus diliputi rantai kebencian dan kekerasan atas nama SARA.
Atau coba lihat Adolf Hitler di Jerman tempo dulu. Bagaimana ia berceramah mengajarkan kebencian dan hasutan terhadap suatu kelompok.
Lihat juga bagaimana ceramah kebencian yang dilakukan Abu Bakar Baghdadi beberapa tahun silam terhadap umat Kristen, Syiah dan pemerintah. Kebencian yang membakar sebagian besar Timur Tengah menjadi puing dan menghancurkan banyak hal.
Lalu lihatlah bagaimana politik busuk dan iklim sosial kotor di Indonesia saat ini. Lihat bagaimana tokoh politik mengipasi kebencian terhadap kelompok tertentu. Lihat bagaimana para pendakwah di mimbar keagamaan. Penuh dengan kebencian dan caci maki. Suatu yang sangat tidak layak disampaikan oleh seseorang yang disebut penebar kebaikan.
Jika kita terus saja mengampanyekan kebencian, mendengar kata benci, senang dengan makian dan hasutan, bahkan di dalam mimbar keagamaan, suatu saat kita akan aneh mendengar kata-kata CINTA.[]
EmoticonEmoticon