HIKMAH: Allah Menciptakan Keburukan?

(Image: nypost.com)

Apakah Allah yang menciptakan segala kebaikan, lalu Allah juga menciptakan keburukan dan kejahatan di muka bumi ini...?  Kalimat lainnya, "Apakah Allah yang menciptakan hal-hal positif, juga menciptakan perkara negatif...?" 

Allah menciptakan segala, bahkan keburukan juga diciptakan oleh Allah...? Allah menciptakan surga, Allah juga menciptakan neraka. Namun, apakah ini berarti Allah sejahat itu...? Nauzubillah. Tentu tidak, Allah Maha Pengasih lagi Penyayang, selalu begitu dan akan terus begitu. 


Allah itu baik banget. Sumpah! Allah Maha Baik Banget. Allah memberikan kita anugerah spesial yang tidak diberikan kepada makhluk yang lain: akal. Inilah yang membuat kita sebagai makhluk paling spesial di sisi Allah. Dengan akal itu, kita diberikan pilihan-pilihan hidup. Dengan ini kita berfikir baik dan buruk.

Allah menciptakan kebaikan dan keburukan. Kita sebagai makhluk yang dibekali akal diberikan opsi untuk melakukan dua hal tersebut: kebaikan dan keburukan. Tentu saja, karena dianugerahi akal, kita juga memiliki konsekuensi hukumnya. Saat berbuat baik kita mendapat pahala, dan saat berbuat buruk kita menerima dosa. Pahala inilah kemudian (dengan rahmat Allah) kita bermuara ke surga. Dan dosa ini (dengan sifat maha adilnya Allah) nantinya membuat kita mendekam di neraka (bukan di penjara suka miskin, penjara mewah koruptor itu).

Tidak cukup dengan akal itu, Allah juga mengutus nabi dan rasul sebagai penunjuk jalan kebenaran menuju kebaikan: jalan menuju Tuhan. Allah menurunkan "wakilnya" dari golongan kita sendiri agar kita leluasa belajar dan berinteraksi dengan mereka.

Belum cukup juga, Allah masih memberi kita hal spesial lainnya. Allah menurunkan wahyu kepada kita melalui lisan dan tangan para nabi dan rasul tersebut. Allah menurunkan wahyu (Al-Quran) sebagai pegangan hidup agar kita tidak menyimpang dari tujuan penciptaan (penghambaan kepada Allah, dan pemakmur di dunia).

Sampai saat ini, sampai sekarang, Al-Quran sebagai wahyu tetap terawat dengan baik walaupun sudah melewati belasan abad lamanya. Keasliaan kitab suci umat Islam ini tetap terjaga. Rasulullah Saw. memang sudah wafat, tapi beliau meninggalkan sebuah keteladanan luar biasa yang tercatat dalam hadis-hadis nabawiyah.

Belum cukup itu...? Siap Rasulullah Saw. wafat, Allah masih saja menganugerahkan kita ulama. Ulama inilah yang menjadi representasi dari Rasulullah Saw. untuk menjaga dan membimbing umat ke jalan yang lurus. 

Setelah banyak hal ini Allah berikan kepada kita, masihkah kita tidak bersyukur kepada Allah dengan tetap melakukan keburukan...? Masihkah kita tidak malu kepada Allah yang telah menciptakan kita sebagai makhluk paling perfect bin kamil...? Atau masih beranikah kita menuduh Allah menciptakan segala keburukan untuk manusia...? Nauzubillah. 

Yang harus kita ingat, kebaikan, keburukan, iman dan kekufuran, semua hal terjadi karena iradah (kehendak) Allah. Namun, yang perlu diingat, Allah tidak ridha kita terjerumus ke kesesatan, Allah tidak ridha kita terjebak dalam dosa. Makanya Allah memberikan kita akal, mengutus nabi dan rasul, dan juga memberikan kita petunjuk berupa wahyu (Al-Quran), hadis sebagai pedoman dan ulama sebagai "wakil" Rasulullah Saw.

Allah memberikan semua hal ini agar kita melakukan pertimbangan-pertimbangan dalam hidup, agar kita berfikir dengan sebaik mungkin hingga bisa bertemu dengan Allah di akhirat.[]

...
Disarikan dari pengajian Kitab Jauharah Tauhid bersama Syekh Ayyub Al-Jazairy. Ditulis sebagai bahan untuk mengintrospeksi diri (bukan orang lain). 
@Farhan Jihadi.

Menyoal Ceramah "Berat Badan" Ustaz Hanan Attaki

Ustaz Hanan Attaki (Image: Kumparan.com)

Jika Kamu laki-laki, maka jangan pernah coba-coba bertanya pada teman perempuan atau kekasihmu tentang masalah berat badan atau perkara timbangan. 



"Berat badanmu berapa Sayang...? Kamu nampaknya udah mulai gemukan dikit kayaknya." Stop! Jangan pernah berani bertanya seperti ini. Ditakutkan langit akan pecah, gunung-gunung akan meledak, tsunami terjadi, petir menyambar-nyambar, bumi bergetar hebat dan gedung-gedung pada hancur semua. Ini bisa-bisa menyebabkan populasi laki-laki punah sebelum waktunya--padahal banyak yang belum menikah.



Bagi perempuan, masalah poligami dan berat badan adalah perkara tabu yang harus dihindari dan tak layak untuk diperbincangkan. Dan bagi laki-laki yang mengungkit-ungkit hal ini akan berhadapan dengan kiamat. Laki-laki bisa dibuat tamat oleh ibu-ibu garis keras. Kita tentu masih ingat, Aa Gym pernah mengalaminya terkait urusan poligami. Sedangkan sekarang, Ustad Hanan Attaki sedang terlibat masalah dengan ibu-ibu terkait perkara berat badan. Padahal, kedua orang ini tidak melakukan kesalahan. Namun apalah daya, ibu-ibu punya sentimen pribadi terhadap makhluk bernama "madu dan timbangan". 


Saya takutnya, para ibu-ibu ini ikut ketularan sikap politisi yang apa-apa boikot. Saya khawatir saja jika ibu-ibu bersepakat bikin hastaq #2019GantiUstaz. Tak mau kalah, santri Ustaz Hanan ikut buat hastaq #TetapUstazHanan. Kalau begini terus kita akan menjadi bahan lelucon bangsa lain yang terus bergerak maju.
Awal permasalah berat badan ini bermula saat Ustaz Hanan Attaki menjelaskan karakter Siti Aisyah. Beliau menyebutkan bahwa salah satu ciri perempuan salihah, beratnya tak boleh lebih 55 kilogram.

"Saya teliti teks-teks tentang Aisyah, ternyata Aisyah itu anaknya cewe gaul, pinter, traveler banget, kurus, tinggi, berat maksimalnya antara 55 sampai 60 kilogram. 55 lah, makanya saya selalu bilang dimana-mana, salah satu ciri perempuan salihah, beratnya tidak boleh lebih dari 55 kilo, tau darimana ustaz Aisyah beratnya 55 kilo? Baca lagi hadisnya, kata para sahabat yang membawa tandu Aisyah, Aisyah itu lebih ringan dari tandunya, dan tandu itu beratnya sekitar 55 kilo, jadi kalau kerumah, ibu-ibu pas nimbang, hah 56, itu kurang salihah, olahraga lagi, treadmill, zumba, apalah pokoknya”.

Kita tidak bisa langsung menyalahkan Ustaz Hanan Attaki. Beliau menjelaskan karakter Siti Aisyah dengan bahasa kekinian agar mudah dimengerti jamaah yang kebanyakan memang anak-anak muda gaul. Bagi saya--yang bukan siapa-siapa--ini adalah hal yang bagus dan menarik. Ustaz Hanan memberi warna baru dalam dunia dakwah modern.

Dan diakui atau tidak, Ustaz Hanan dengan gaya dakwah kekinian ini sudah banyak membuat anak-anak gaul bertaubat dan kembali ke jalan fitrahnya. Kita harus bersyukur Indonesia memiliki Ustaz Hanan Attaki. Dibandingkan beliau, kita ini tidak ada apa-apanya dalam dunia dakwah menyebarkan pesan rahmat lil alamin. Ustaz Hanan Attaki  menyentuh hati-hati pemuda gaul, anak genk motor, cewek-cewek modis dan modern yang tidak tersentuh pendakwah lain. 

Nah, karena objek dakwah Ustaz Hanan adalah pemuda gaul dan anak-anak zaman now. Maka beliau memilih menggunakan kosakata kekinian yang mudah dimengerti jamaah beliau itu. Makanya beliau menyebutkan Siti Aisyah sebagai cewek gaul, traveler banget, dan berat badannya berkisar 55 kilogram. 

Siti Aisyah cewek gaul...? Dalam konteks kekinian boleh jadi demikian. Mengapa...? Siti Aisyah merupakan perempuan yang paling banyak meriwayatkan hadis, dua ribuan hadis lebih. Para sahabat sering bertanya pendapat kepada Siti Aisyah. Siti Aisyah cukup terbuka dan mudah bergaul dengan sahabat perempuan. Siti Aisyah menjadi salah satu tempat rujukan hukum utama setelah Rasulullah Saw wafat. Dalam konteks zaman now, hal ini bisa dikatagorikan "gaul", gaul yang syar'i. 

Siti Aisyah seorang traveler...? Dalam banyak teks sirah nabawiyah, kita bisa mendapati bahwa Siti Aisyah sering menemani Rasulullah Saw dalam sejumlah perjalanan. Jadi sebenarnya tidak salah jika dalam konteks zaman now Ustad Hanan Attaki menyebutkan bahwa Siti Aisyah sebagai seorang traveler. Traveler syar'i yang setia menemani suami dalam perjalanan. Dalam perjalanan, Siti Aisyah dan Rasulullah Saw disebutkan beberapa kali melakukan lomba lari. Ini kan so sweet banget.

Bagaimana dengan berat badan Siti Aisyah...? Ini agak berat Men. Seperti yang saya katakan tadi, ini masalah sensitif banget. Ingat kan motto "Ibu-ibu bersatu tak bisa dikalahkan". Bisa-bisa saya yang malah jadi sasaran boikot yang baru.

Tunggu ibu-ibu. Please, sabar dulu.

Ustaz Hanan menyebutkan "Salah satu ciri perempuan salihah, beratnya tidak boleh lebih dari 55 kilogram". Salih atau salihah sendiri arti bahasanya adalah sesuatu yang baik atau sesuatu yang layak. Sesuatu yang layak atau sesuai, terkadang disebut juga ideal. Nah, melihat konteks kalimat yang dijelaskan Ustaz Hanan, kita bisa menilai bahwa yang dimaksud dengan salihah di sini tentang berat tubuh yang ideal bagi perempuan, atau lebih tepatnya tentang menjaga penampilan dan kesehatan. Beliau menjelaskan tentang tubuh yang "salihah". Bukankah menjaga tubuh tetap sehat dan tetap menarik dilihat oleh suami juga merupakan suatu bentuk ibadah...? Ibu-ibu masak lupa...? 


Ibu-ibu jangan mudah baper dulu dong, Ustaz Hanan Attaki tidak mengatakan salihah atau tidaknya seseorang bukan hanya dilihat dari timbangan berat badan. Ustaz Hanan Attaki dalam klasifikasinya juga menjelaskan bahwa ini hanyalah bahasa kiasan.


"Kemudian inilah yang menginspirasi saya, memotivasi saya kepada teman-teman akhwat agar tetap menjaga fisik meski ini bukan satu-satunya ciri-ciri salihah dan sesuatu yang perlu terlalu diseriusin. Bahwa menjaga fisik untuk suami itu ibadah, berolahraga itu ibadah. Salah satu ciri perempuan salihah beratnya 55 kg ini adalah bahasa kiasan. Mungkin kita perlu mempelajari bahwa ada bahasa dalam Alquran itu disebut dengan 'bayan', 'majaz', 'mutasyabihat', dan seterusnya. Jadi bahasa yang dipelajari dalam tafsir Alquran saya pakai dalam bahasa dakwah," ungkap Ustad Hanan Attaki dalam video klarifikasi yang ditayangkan di akun Youtube beliau dengan judul Klarifikasi Dalam Ceramah. Coba tolong didengar baik-baik agar tidak salah paham, cukup lembut beliau melakukan klarifikasi. 



Kita harus yakin, bukan timbangan berat badan yang penting, yang paling penting adalah timbangan amalan kita. Kalau salihah atau tidaknya wanita hanya dilihat dari berat badan, Mamah Dedeh pasti duluan yang mengajukan banding dan protes. Masak kita tega menyebut Mamah Dedeh tidak salihah. 



"Kan banyak sekali hal yang bisa dibahas, mengapa beliau membahas yang kontroversial ini. Masalah berat badan ini...?" bantah ibu-ibu tetangga yang masih tidak mau terima. 

Ibu, Ustad Hanan Attaki sudah membahas banyak hal, beliau mengupas tentang karakter Siti Aisyah, termasuk berat tubuhnya. Dan ini kan juga masalah penting. Lebih ke masalah menjaga fisik dan kesehatan. Kalaupun ibu tetap bersikeras beliau memang bersalah dan kurang tepat membahas masalah berat badan, tolonglah jangan sesekali kita melihat orang dari satu sisi saja. Jika kita melihat orang dari satu sisi saja, kita telah mendhalimi orang tersebut.

Siapapun kita tentu punya banyak sisi positif, kita pasti tidak ingin dilihat orang hanya dari sisi buruk saja kan? Barangkali juga dari ribuaan pemuda/i gaul yang sudah beliau hijrahkan, di antaranya ada anak-anak ibu atau anak tetangga ibu, atau teman-teman anak ibu. Barangkali jika mereka belum berhijrah, mereka bisa saja merusak dan mempengaruhi lingkungan dan perilaku anak-anak ibu.

Ini adalah hikmah yang besar. Untuk ke depan mungkin siapapun bisa lebih berhati-hati dalam menggunakan istilah, kata-kata dan narasi, sehingga masyarakat tidak terjebak dalam hal kontroversi (wabil khusus yang menyangkut perasaan perempuan).

Walaupun ini nampaknya tidak mungkin dibaca oleh Ustaz Hanan Attaki, saya ingin berterimakasih dan berpesan, "Teruslah berdakwah Ustad, teruslah menjadi mata air kesegaran bagi pemuda-pemuda gaul yang ingin berhijrah. Teruslah menginspirasi generasi-generasi milenial seperti saya."

Dan saya mohon maaf untuk ibu-ibu, semoga tulisan ini tidak menyinggung perasaan ibu-ibu (terutama ibu yang akan menjadi calon mertua saya). :D 

Salam, 
@farhanjihadi 

Rokok yang Membelenggu Duka

(Image: merdeka.com)
Orang-orang yang duduk di sana menatapku tajam, dengan biji mata menjengkelkan. Sorot mata penuh benci. Aku hanyalah wanita biasa yang terjebak dalam fatamorgana dunia. Orang-orang barangkali melihatku dengan pandangan najis dan hina, hanya karena batang rokok yang menghiasi bibirku. Seperti saat ini. 

Aku hanyalah wanita dalam luka dan laku yang tak pernah kau tahu. Kau mungkin juga akan memandangku rendahan seperti laki-laki atau wanita sok alim di seberang yang sedang berbisik-bisik sambil memandang sinis ke arahku. Tak apa. Biarkanlah! Dunia ini memang tak pernah asyik jika tak mengomentari orang lain. Barangkali mereka menganggap orang lain sebagai objek yang penuh cacat, hingga layak untuk dikata-katai. 


Tak semua rahasia hidupku perlu kuungkapkan padamu. Tak perlu! Aku juga tak perlu belas kasihmu itu. Kasihanilah dirimu sendiri yang selalu asyik dengan dunia orang lain, sehingga lupa dengan dunia sendiri. Biarlah aku dengan duniaku dan Kamu dengan duniamu itu. 

Sedikit kuceritakan. Saat ini, di depanku, seorang laki-laki sedang menasihatiku. Bukan tatapan penuh benci seperti orang-orang itu. Ia menatapku dengan lembut. Ada keteduhan dalam sorot matanya. 

"Dara, Kamu enggak bisa begini terus. Sejak kejadian itu, Kamu terus berubah. Menyiksa diri dengan cara tidak benar." 

"Dara, dia sudah lama meninggal. Mengapa Kamu tidak membuka hati untuk laki-laki lain yang mungkin lebih baik darinya." Dari tadi, ia terus mengoceh saja. Sedang aku masih nikmat mengalirkan asap penuh nikotin ke paru-paru. Untuk sementara, hanya laki-laki di depanku inilah yang mengerti lukaku. Namun, aku terkejut, baru kali ini ia berbicara tentang menikah lagi. Aku tertawa. 

"Mana ada yang mau dengan wanita kotor perokok sepertiku." 

"Siapa bilang Kamu wanita kotor. Aku ini sahabatmu. Kita sudah berteman sejak SD. Kita bertetangga hingga sekarang. Aku jelas lebih tahu tentangmu. Kamu tidak pernah sekalipun melakukan hal-hal yang haram, selain merokok ini misalnya, atau mungkin jalan denganku. Tak pernah kulihat Kamu berjalan dengan laki lain selain almarhum suamimu itu.” 

“Cukup, aku ini bukan wanita baik-baik yang diidamkan laki-laki dan mertua.” 

“Kata ibumu, Kamu tak pernah meninggalkan shalat. Bahkan terkadang menangis sendiri dalam doa. Kamu masih setia dengan balutan jelbab merah jambu ini. Dan Kamu selalu saja manis saat memakainya.” 

Benar kata Arif, aku tak pernah meninggalkan shalat. Benar juga kata Arif, aku seringkali menangis dalam doa. Meskipun begitu, aku tidak tahu, entah mengapa sepertinya imanku terlalu kecil. Di satu sisi, aku menggantungkan hidupku pada Allah. Di sisi lain, aku melampiaskan segala perasaanku pada rokok, sesuatu yang dibenci Allah. 

Gara-gara rokok ini juga aku dihina banyak orang. Entah mengapa mereka suka sekali berkomentar, “Pakek hijab kok merokok, copot aja jilbabnya.” Sedih sekali rasaya. Mereka bukannya menasehatiku baik-baik, malah menyuruhku mendurhakai Allah. Seperti kataku tadi, sudahlah! Mereka tak paham derita yang kualami. Biarlah hanya ibu, Arif dan orang-orang terdekatku saja yang tahu. 

“Jangan ngawur jadi cowok, tunjukkan satu laki-laki yang bisa mencintai wanita perokok dan mau menjadikannya istri?” Aku tertawa, kata-kata penghiburnya kali ini kurang laku. 

“Matamu saja yang telah buta. Masa lalu yang pahit itu telah membutakan matamu sehingga tidak bisa lagi melihat laki-laki yang sangat mencintaimu ada di depanmu yang amat mencintaimu dari dulu.” 

Sudah lama sejak ditinggal mati calon suamiku dalam sebuah kecelakaan, aku hidup dalam dunia yang tak kukenali lagi. Hanya rokok dan Arif yang biasa menemani hari-hariku dan membuat pikiranku sedikit tenang. 

“Jangan ngawur, Ris.” 

Aku terdiam, lalu tersenyum sinis. Aku yakin dia sedang bercanda, namun hatiku tetap saja berguncang dengan kata-kata dan sorot matanya yang serius itu. Sudah lama sekali aku berteman dengannya, baru hari ini aku melihatnya berbicara seserius ini. 

“Kamu tahu, aku tak pernah berbohong.” 

Aku masih terdiam. Kata-katanya menghujam tajam di palung terdalam hatiku. Suara Arif seolah-olah sedang mengangkat duka berkarat yang terjebak di dalam palung itu. Entah mengapa, sore ini ia terlalu serius. Sebenarnya aku kurang menyukai orang-orang terlalu kaku dan serius. Ini bukan seperti Arif yang kukenal. 

“Bagiku, tak mengapa jika Kamu terus merokok seperti itu, aku tetap akan mencintaimu. Kamu tahu aku tak bisa merokok. Tapi, hari ini juga aku akan mulai merokok, menghisap rokok yang sama denganmu.” 

“Jika Kamu mau, aku ingin membina rumah tangga dengan gadis perokok sepertimu,” katanya lagi sambil menyodorkan sebuah kotak mini merah jambu berbentuk hati di atas meja, tepat di depanku. Arif lalu mengambil sebatang rokok milikku dan menyalakannya. Ia langsung batuk ditarikan pertama. 

Aku tertawa, tapi tak kusangka, air mataku jatuh saat itu. Menetes di atas kotak rokok yang isinya masih tersisa setengah itu. Air mata ini juga jatuh menyiram seluruh duka di hatiku. Aku menyapu air mata ini dengan ujung jilbabku. Aku terdiam sejenak. 

“Sudahlah Rif, jangan dipaksakan. Jika hari ini Kau memutuskan untuk merokok, maka aku akan berhenti merokok mulai hari ini. Aku juga tidak ingin bibir yang akan kupakai mengecupmu dan anak-anak kita nanti berbau nikotin seperti ini. Aku tak ingin keluarga kita nanti menjadi keluarga tembakau, keluarga perokok.” 

“Apa itu artinya Kamu menerimaku, Dara?” Aku tersenyum dan mengangguk. Sedang air mata ini terus jatuh. 

“Kok enggak Kau buka kotak ini, Rif?” Aku heran, biasanya laki-laki yang membuka kotak berbentuk love yang biasanya berisi cincin di dalamnya ini. Lalu agar terkesan romantis, cincin itu dipasangkan ke calon istrinya nanti. 

“Bukalah… Aku bukan tipe laki-laki romantis seperti Dilan atau Rangga.” Ia tertawa. 

Aku kemudian mengambil kotak mini berbentuk hati di atas meja dan membukanya. Kotaknya kosong, tak ada isinya walau hanya cincin. Apa itu artinya ia tidak akan memasangkan cincin itu? Atau jangan-jangan ia menyembunyikannya di saku celananya? 

"Kok enggak ada isinya Ris...?" 

“Isinya ada sama orang tua aku, nanti biar mereka aja yang ke rumahmu. Jumpa sesama orang tua. Tunangan dulu nanti atau langsung nikah. Biar resmi dan syar'i katanya. Kamu juga kan pasti enggak mau tanggamu kupegang. Bukan mahram.” Arif tertawa. Aku juga terbawa suasana dan ikut tertawa. Sia-sia saja rasanya air mata yang terlanjur tumpah ini. 

“Aku maunya sih kita langsung nikah aja,” kataku. 

“Dara, Kamu tahu enggak. Kenapa saat tunangan biasanya ada cincinnya?” 

“Biar ikatannya agak resmi. Itu semacam simbol ikatannya sudah sedikit kuat, walaupun belum resmi nikah.” 

“Benar, namun di balik semua itu. Cincin kan bentuknya lingkaran, artinya ini ikatan yang enggak ada ujungnya. Ikatan yang abadi saat dua manusia setuju untuk mengikat kontrak hidup bersama hingga akhir. Nah, makanya dalam Islam sangat dilarang mengganggu tunangan orang lain, apalagi merebutnya kayak di film AADC 2. Rangga di situ benar-benar keterlaluan. Makanya aku sangat benci melihat peran Rangga seperti itu.” 

“Hahahaa… Iya juga” 

“Kamu tahu enggak, Dara. Cinta itu seperti nikotin. Kita dibuatnya ketagihan. Sama seperti saat ini. Setelah hari ini mungkin aku akan kecanduan untuk terus mencintaimu.” 

Angin sore ini menyapu wajahku yang mungkin terlihat malu-malu di hadapan Arif. Baru kali ini rasanya ia membuatku malu dan bahagia sekaligus seperti ini. Sore ini, Arif telah menyadarkanku bagaimana caranya berdamai dengan masa lalu. Bagaimana memulai hidup baru, tentu bukan dengan melampiaskannya ke hal negatif sepertiku yang menghisap rokok. Rokok tak mampu membuatmu lebih baik, malah lebih buruk.[]