Membeli Berarti Menghargai

Image: google
Siapa sih yang tidak senang diberikan sesuatu secara gratis? Apalagi jika itu adalah karya dari penciptanya langsung? Saya rasa tidak ada, terutama bagi kita yang memang hidup di tengah mayoritas masyarakat dengan tipe "menerima dengan ikhlas”. Seakan sudah menjadi suratan takdir hidup di negara kita, dimana barang lokal diburu jika gratis sedangkan produk luar negeri asing tetap dicari walau dengan harga mahal.

Tentang hal ini, pada suatu ketika di Sanggar Seni Seulaweuet saya pernah berbincang ringan dengan Bang Joel Pasee.

"Farhan, saya punya banyak teman sesama penyanyi, saat mereka mengeluarkan album, biasanya mereka sering memberi vcd album secara gratis kepada saya" Tutur pria yang cukup terkenal di blantika musik etnik Aceh itu kepada saya. Saya hanya mangut-mangut.

Saat itu, saya hanya menyimak kata-kata beliau tersebut dengan baik. Bagi saya biasa saja saat kita punya teman dekat atau kerabat sesama penyanyi lalu mereka dengan senang hati memberi kita karya mereka secara cuma-cuma kepada kita. Hal-hal seperti ini lumrah terjadi di kelurahan, kecamatan, provinsi, bahkan di seluruh pelosok negeri kita, yang terlalu terlalu gandrung dengan produk asing, tapi asing dengan produk sendiri. Produk sendiri diganjar murah, produk asing tetap diburu walau dengan harga tinggi.

Miris memang. Produk sendiri tidak mendapati tempat di hati. Lambat laun tanpa sadar, secara bertahap kita digiring untuk mencintai produk asing, dan meninggalkan produk dalam negeri. Jika produk asing dihargai mahal, kita tetap kekeuh membelinya. Jika produk lokal, sudah murahpun kita minta kurang. Begitulah kita sebagai bangsa yang katanya nasionalis, lebih dermawan kepada produk sendiri asing.

Produk lokal terlanjur dianggap murahan, dan karena sikap kita inilah akhirnya membuat produk lokal kita gagal bersaing, kalah sebelum sampai ke tingkat global. Pun kampanye cinta produk dalam negeri gencar dilakukan pemerintah tidak banyak membuahkan hasil.

Bang Joel Pasee terus berbicara banyak hal.  Saya terus mangut-mangut, mencerna dengan baik penjelasannya. Sebagai pelaku utama industri musik lokal Aceh, beliau cukup berpengalaman. Bang Joel sedang curhat tentang nasib industri kreatif Aceh dari waktu ke waktu, khususnya musik etnik Aceh. Saya mengiyakan, tidak banyak yang saya tahu tentang industri musik etnik di Aceh.

"Saat mereka memberi vcd itu gratis kepada saya, sebagai teman saya harus menghargai pemberiannya. Saya menerima VCD itu. Tapi sepulang dari itu, saya biasanya langsung mampir ke toko kaset; mencari VCD album tadi di rak-rak kaset dan membelinya lagi. Terkadang saya membelinya lebih dari satu, lalu saya bagi ke teman-teman yang lain. Sebagai teman, kita harus menjadi orang pertama yang mendukung dan menghargai karya mereka. Karena kalau bukan kita siapa lagi." Ungkap Bang Joel Pasee.

Sebagai penyanyi terkenal di Aceh, saya sedikit heran dengan Bang Joel Pasee ini. Kenapa harus bersusah payah membeli lagi? Kan VCD-nya sudah dikasih gratis. Mengapa ia harus repot-repot mampir ke toko kaset dan membeli VCD yang sama lagi.Ia bahkan membelinya lebih dari satu, untuk dibagikan lagi dengan alasan "promosi kawan". 

Secara sederhana, kita akan menganggapnya tidak ada kerjaan, cuma buang-buang waktu dan uang, tapi bagi saya ini sangat menarik. Sangat langka rasanya kita menemukan pribadi dengan jenis ini. Sebagai manusia, biasanya kita cenderung meminta barang gratisan, kalaupun tidak diberi kita terkadang memaksa diberi gratis dengan alasan teman, tanyoe ken ngoen.

Kita seolah tidak mau tahu, bagaimana pahitnya sebuah karya akhirnya tercipta. Sebuah karya lahir dari pengorbanan extra; menghabiskan banyak ide; waktu; tenaga; dan dana tak terhingga. Belum lagi kesabaran tak terbatas, sehingga membuahkan karya yang maksimal.

"Kita sering mengeluh, mengapa penyanyi Aceh sedikit sekali mengeluarkan karya. Tapi ketika mereka mengeluarkan album kita hanya mencari gratisan, mendownload gratis. Padahal sebagian mereka hidup dari hasil penjualan kaset yang tak seberapa dibandingkan usaha mereka, berbeda dengan penyanyi nasional yang jadwal manggungnya padat. Jadi jangan heran jika sangat sedikit seniman kita yang mau berkarya."

Selanjutnya Bang Joel Pasee memberi nasehat, yang kemudian saya simpulkan: jika kita punya prinsip "mubah" hukumnya membeli produk asing, kita harus punya prinsip "sunat" membeli produk nasional. Dan jika bagi kita "sunat" membeli produk nasional, kita harus punya prinsip "wajib" hukumnya membeli produk lokal kita (baca: Aceh). 

Sebuah karya seharusnya dihargai dengan baik, salah satunya dengan membeli karya mereka, karena siapapun paham berharap kepada pemerintah tidak cukup. Nasib untung jika pemerintah mau mengapresiasi, jika tidak bagaimana? Upaya menghargai dan mengapresiasi itu haruslah datang dari kita pribadi. Selaku teman, selaku orang daerah, kitalah orang pertama yang harus menghargai karya mereka, bukan pemerintah apalagi orang lain.
Slogan beliau mirip kampanye Mbak Titi Puspa dan Bapak Kwik Kian Gie dalam iklan Maspion, "Cintailah prodhuk-prodhuk Endonesia" 
Seandainya, jika kita semua cerdas menghargai dan mengapresiasi karya dan produk lokal kita, dalam bentuk apapun sudah seharusnya asing malu memasarkan karya dan produknya di negeri kita. Jika semua kita bersikap seperti Bang Joel Pasee ini, mungkin kampanye "cintailah produk-produk Indonesia" itu tidak lagi dibutuhkan pemerintah. 


***

Alhamdulillah, pasca perdamaian di Aceh. Kita mulai sedikit berbenah setelah 30 tahun dalam amukan perang. Kita melihat gedung-gedung baru mulai dibangun, penggiat-penggiat kesenian juga kian bertambah, industri kreatif sudah mulai memiliki tempat di hati masyarakat. Karya-karya baru bermunculan dengan berbagai ragam dan warna baru.

Seperti halnya industri musik, yang paling membuat perasaan bahagia lainnya ialah bertambahnya penulis-penulis buku asal Aceh. Bagi saya ini sangat luar biasa. Sudah seharusnya, kita menerapkan prinsip "wajib" borong karya mereka, sehingga mereka terus termotivasi untuk menulis buku dan menjadi motivasi bagi anak-anak Aceh lain untuk menulis.

Jika kita belum mampu membeli buku mereka, untuk sementara catatlah nama dan buku mereka dalam sebuah daftar yang wajib dibeli. Berbagilah info apapun tentang mereka dan karya-karya mereka via media sosial, sehingga banyak diminati dan dibeli banyak orang.

Dengan apresiasi yang ringan tersebut, kita sudah membantu melahirkan anak-anak Aceh baru yang kreatif melahirkan karyanya masing-masing. Sudah bukan zamannya lagi kita berperang dengan senjata, karena peradaban tidak dibangun dalam medan perang. Penulis Amerika berdarah Afrika, Sutton Elbert Griggs pernah berkata:

"Seringkali dibutuhkan keberanian yang lebih besar untuk membaca buku daripada untuk bertempur di medan perang."


Saya bersama Bang Joel Pasee (kiri)
____
Note:
Mohon maaf jika enggak nyambung. Dari musik kok ending jadi masalah buku...:D

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

5 comments

Write comments
May 11, 2016 at 8:56 AM delete

Subhanallah... terimakasih byk farhan.. zayyak?? Amil ey??

Reply
avatar
May 12, 2016 at 4:24 AM delete

Hehe...
Alhamdulillah, khair, tamam bg...

Reply
avatar
May 14, 2016 at 2:54 AM delete

Droen luar biasa cit Hendri...
Semoga beujeut inspirasi keu geutanyoe... Hehe

Reply
avatar
May 14, 2016 at 2:55 AM delete

Droen luar biasa cit Hendri...
Semoga beujeut inspirasi keu geutanyoe... Hehe

Reply
avatar