Dw.com |
Selamat ulang tahun Pejuang,
Maaf baru mengirim ucapan selamat sekarang, tidak ada maksudku untuk membuat suasana hatimu menjadi tidak nyaman. Aku tahu, aku bukanlah orang yang sedang Kau tunggu untuk mengirim ucapan cinta penuh doa di hari kebahagiaanmu. Aku hanyalah anak manusia yang tidak terkenal di bumi bulat, apalagi bumi datar.
Selamat ulang tahun para Pejuang,
Maaf atas kelancanganku menulis ini. Maaf juga atas basa-basi garing di atas. Aku sama sekali tidak berniat merusak raut wajahmu yang berseri-seri dalam beberapa waktu lalu ini. Sejak isu makhluk keji bernama PKI itu Kau hidupkan lagi arwahnya, wajahmu tampak sumringah seperti malaikat yang menertawakan setan-setan yang bergentayangan—walaupun aku tahu malaikat yang halus itu tidak pernah menertawakan setan. Malaikat hanya sedih melihat setan-setan dihidupkan lagi demi membangkitkan arwah setan-setan yang lain.
Selamat ulang tahun para Pejuang,
Usiamu sekarang sudah tua, usia yang bijak dalam berfikir dan bersikap. Dari Aceh, aku ingin memberanikan diri bertanya. Jangan takut, ini bukan pertanyaan sulit yang tidak bisa dijawab seperti rumus-rumus Einstein yang membuatku harus merintih sakit kepala tengah malam. Ini juga bukan seperti butir-butir Pancasila yang wajib diingat seperti kami dulu, agar tidak berhadapan dengan tapak sepatu atau popor senjata laras panjang milikmu.
Pertanyaan ini bukanlah soal yang bisa menghilangkan nyawa seperti saat Kau bermain tanya jawab tentang nasionalisme terhadap kami di Aceh dulu. Bukan! Ini pertanyaan simple.
Dari Aceh aku bertanya: “Masihkah Kau ingat bagaimana kegagahanmu saat bertugas di Aceh dulu? Saat Kau dengan gagah dan digdaya menjadi raja rimba yang memiliki otoritas segalanya, bahkan terhadap nyawa sekalipun.” Jika ingatanmu tersumbat atau mungkin terlalu terlena dengan pemutaran film pengkhianatan PKI dan asyik memuja gaya heroikmu saat membantai mereka yang terkutuk itu. Marilah merenung sejenak.
Memang, kata orang-orang, Kau sedang mencari panggung politik. Aku tidak suka berfantasi liar seperti itu. Aku benci berfikir miring seperti mereka, sepertimu. Dan kalaupun Kau menuduhku sedang mencuri perhatian publik karena surat ini, camkan satu hal! aku sedang tidak mencuri panggung politikmu. Tidak!
Memang, kata orang-orang, Kau sedang mencari panggung politik. Aku tidak suka berfantasi liar seperti itu. Aku benci berfikir miring seperti mereka, sepertimu. Dan kalaupun Kau menuduhku sedang mencuri perhatian publik karena surat ini, camkan satu hal! aku sedang tidak mencuri panggung politikmu. Tidak!
Di hari ulang tahunmu, aku hanya ingin berbagi sedikit kisah. Mari, jika Kau lupa, biar aku ceritakan sedikit saja aksi jantanmu saat "berjuang" di Aceh.
Kuakui dengan yakin, aksi heroikmu memang dahsyat, hampir tidak ada media yang merangkum kebengisanmu di tanahku. Hampir semua media memoles citramu yang gagah berani itu, berjuang untuk negeri.
Dari Aceh, bermula sejak 1976 Kau mungkin masih ingat telah melakukan banyak hal yang menurutku hal keren yang biasa Kau lakukan. Tujuh puluh enam dan tiga puluh tahun setelahnya, Aceh menanggung pedih kebiadaban yang menurutmu heroik itu. Dan saat itu Kau begitu menikmatinya.
Dari Aceh, bermula sejak 1976 Kau mungkin masih ingat telah melakukan banyak hal yang menurutku hal keren yang biasa Kau lakukan. Tujuh puluh enam dan tiga puluh tahun setelahnya, Aceh menanggung pedih kebiadaban yang menurutmu heroik itu. Dan saat itu Kau begitu menikmatinya.
Berpegang pada data Amnesti Internasional Kau telah menyebabkan 15.000 nyawa rakyat Aceh lenyap, dan sialnya kebanyakan adalah penduduk sipil. Dengan mulut yang berbau anyir itu, Kau menganggap mereka semua adalah pemberontak versi otakmu, padahal di antara korban itu ribuan orang tua, wanita, bahkan anak-anak.
Dan hanya karena Kau telah dianggap pejuang kemerdekaan, Kau bisa membunuh seenaknya tanpa hukuman. Kau menyuruput banyak darah manusia layaknya orang gila menegak alkohol, lucunya Kau masih saja dianggap waras.
Dan hanya karena Kau telah dianggap pejuang kemerdekaan, Kau bisa membunuh seenaknya tanpa hukuman. Kau menyuruput banyak darah manusia layaknya orang gila menegak alkohol, lucunya Kau masih saja dianggap waras.
Selamat ulang tahun para Pejuang,
Masih segarkah ingatanmu saat Kau menculik, menyiksa dengan cara-cara sangat binatang, membakar orang hidup-hidup, memperkosa wanita-wanita suci Aceh, merusak dan membakar rumah-rumah penduduk.
Katanya Kau itu pengayom ulama, aku ingatkan biar Kau tidak lupa, tidak mabok sanjungan hingga tidak sadarkan diri.
Kau tentu masih ingat masih saat membantai ulama dengan girang? Hingga setan berhasil Kau jadikan muridmu atas ulahmu. Masih ingat? Kalau masih, kapan Kau bertanggung jawab terhadap Tengku Bantaqiah, santri-santrinya dan keturunan-keturunannya sekarang itu?
Katanya Kau itu pengayom ulama, aku ingatkan biar Kau tidak lupa, tidak mabok sanjungan hingga tidak sadarkan diri.
Kau tentu masih ingat masih saat membantai ulama dengan girang? Hingga setan berhasil Kau jadikan muridmu atas ulahmu. Masih ingat? Kalau masih, kapan Kau bertanggung jawab terhadap Tengku Bantaqiah, santri-santrinya dan keturunan-keturunannya sekarang itu?
15.000 ribu korban hanyalah data tercatat. Bagaimana dengan data yang tak terlihat, data-data yang berkemungkinan hilang. Masih ingatkah Kau Jamboe Keupok, Simpang KKA, Bumi Flora, Rumoh Geudong? Belum lagi sejumlah kuburan massal yang memuat sidik jari kebiadabanmu.
Selamat ulang tahun para Pejuang,
Setelah memutar film PKI kulihat wajahmu begitu berseri-berseri, seumpama kesatria yang bertemu bidadari. Aku sangat setuju, katamu sejarah harus diingat, seperti saat Kau putar film laknat PKI itu.
Aku hanya mau tahu, kapankah Kau buat film pemtantaian jahannam serdadumu di Aceh? Lalu setelah itu Kau harus berani putar film itu di seluruh posko-posko militermu agar “para pejuang” lain tidak turut menjadi haram jadah sepertimu dulu.
Aku hanya mau tahu, kapankah Kau buat film pemtantaian jahannam serdadumu di Aceh? Lalu setelah itu Kau harus berani putar film itu di seluruh posko-posko militermu agar “para pejuang” lain tidak turut menjadi haram jadah sepertimu dulu.
Dari Aceh aku bersuara;
Sumpah, aku ingin sekali Kau membuat film-film itu. Walau hanya dari film, kami ingin melihat wajah-wajah setanmu saat membunuh saudara kami. Bukan hanya film PKI berengsek itu, banyak sekali film-film kebiadabanmu selain di Aceh bisa Kau buat dan putar di seantero negeri.
Kau tentu lebih paham, untuk apa film dibuat? Seperti katamu “Sejarah harus diingatkan?”. Dan Kau lebih tahu, banyak sekali film yang bisa dibuat tentangmu saat bertugas di Aceh, bahkan jauh lebih keji dari “PKI-PKI” sialan itu. Kenapa itu tidak Kau buat sekarang?
Selamat ulang tahun para Pejuang,
Aku ingin tanya lagi,ingatkah Kau saat membantai rakyat Aceh? Masih segarkah ingatanmu itu? Kuharap Kau masih mengingatnya. Karena hanya setanlah yang gembira dengan dosa-dosa masa lalu. Setanlah Kau jika tidak ingat itu dan tidak memperbaikinya!
Aku ingin tanya lagi,ingatkah Kau saat membantai rakyat Aceh? Masih segarkah ingatanmu itu? Kuharap Kau masih mengingatnya. Karena hanya setanlah yang gembira dengan dosa-dosa masa lalu. Setanlah Kau jika tidak ingat itu dan tidak memperbaikinya!
Selamat ulang tahun Pejuang, melihat umurmu, ternyata Kau memang sudah tua. Di hari ulang tahunmu, aku hanya berharap semoga Kau tidak lagi menciptakan sejarah keji. Jika itu Kau ulangi lagi, maka jangan salahkan aku saat menuduhmu: “Kau memang benar-benar terlahir sebagai setan!”
Oh ya, kapankah Kau dengan berani pergi ke pengadilan HAM? Halah, sejak kapan Kau berani menghadapi pengadilan HAM? Kau hanya berani saat berseragam dan bersenjata. Tanpa itu, sampai kapanpun, Kau tetap hanya seorang pengecut sialan!
Sekarang, aku menunggu seorang panglima para pejuang yang bukan hanya berani mengakui kesalahan masa lalu,tapi juga menyeret pelaku-pelaku kekejian terhadap rakyat dari pihaknya ke pengadilan (kalau perlu ke tiang gantungan). Kalau panglima jenis ini muncul, baru aku akan mengakuinya sebagai panglima. Aku akan memilihnya sebagai pemimpin negara. Kalau panglima jenis ini belum ada, janganlah Kau berkoar-koar menyuruhku mendukung orang-orang sok jagoan dengan senjata dan seragam loreng menjadi pemimpin.[]
Note:
Bukan surat cinta, hanya surat fiktif yang tidak tahu harus kukirim kemana.
EmoticonEmoticon