Mesir Lolos Piala Dunia 2018, Ungkapan Selamat Pagi pun Berganti

Suporter Mesir
Tahril Square, pusat ibu kota Kairo. Tempat strategis yang biasa berfungsi sebagai pusat pengumpulan massa malam itu membludak. Massa membawa bendera Merah-Putih-Hitam, mereka berteriak-teriak, tangan dikepalkan ke atas, memanggil-manggil Tuhan. Massa tidak sedang berdemo menuntut presiden mundur. 



Tidak ada satupun wajah marah yang terlihat, seperti saat dulu mereka pernah menuntut Mubarak dan Morsi mundur sebagai presiden di saat yang sama. Hanya ada wajah gembira, penuh rasa bahagia. Sebagian massa pendukung Timnas Mesir memang manangis, menangis dengan senyum sumringah yang sulit diungkapkan.



Minggu malam, 8 Oktober 2017. Barangkali malam itu, malam paling indah di bagi rakyat Mesir dalam tahun ini, hampir sama indahnya saat ribuan rakyat Mesir berhasil menurunkan Mubarak dan Morsi. Langit-langit Kairo saat penuh cahaya dari ledakan petasan yang dibakar pemuda-pemuda yang baru selesai menyaksikan pertandingan Mesir melawan Kongo dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2018. 

Tidak sulit untuk melihat histerisnya rakyat Mesir menyambut kemenangan 2-1 atas Kongo yang membawa Muhammad Salah dan kawan-kawan menuju Rusia tahun depan. Rakyat Mesir tumpah ruah ke jalanan, muda mudi, anak-anak hingga orang tua yang nyaris menghadap Tuhan ikut terpacu jantungnya berteriak lantang kemenangan, sebagaian menguarkan air mata kebahagiaan. Hampir 28 tahun Mesir tidak pernah masuk sebagai kandidat dalam Piala Dunia.

Malam itu, kami berada di Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) saat Khalid dan Syifa sedang membahas peluang Mesir masuk Piala Dunia. Khalid menyadari peluang besar bahwa Muhammad Salah akan membawa Mesir masuk Piala Dunia jika berhasil menundukkan Kongo. Syifa berkata sebaliknya, Mesir memiliki peluang tipis dan harus menang sekali lagi baru bisa mencuri tiket ke Piala Dunia.

Sedang asyik-asyiknya mereka berdebat. Suara riuh dari luar membuyarkan pertikaian yang sama sekali tidak bermanfaat itu—apalagi memperoleh pahala.

“Awak Meusee karu that, kayaknya ada gol yang masuk,” kataku. 

Aku langsung membuka Twitter untuk melihat perkembangan melalui hastag yang sedang trending di Mesir. Benar saja, ada beberapa hastag bertema bola dalam kicauan kencang. Hastag Muhammad Salah menjadi pilihanku. Ternyata pertandingan sedang berlangsung di babak kedua. Menit ke 63, Salah berhasil membobol gawang Kongo, scor 1-0. Mesir bersorak, riuh dalam suka cita.

Nasib sial hampir dirasa Mesir. Di akhir babak kedua, di menit-menit akhir menjelang tiupan peluit, sebuah gol bersarang di gawang Mesir membuat skor kembali imbang 1-1. Jika hasilnya imbang, kesempatan Mesir menuju Piala Dunia tertunda hingga satu pertandingan lagi—dan wajib menang. Untuk beberapa saat, rakyat Mesir sempat lemas tak bertenaga, bagai kerupuk baru mekar yang langsung disiram air panas. Penggila fanatik tim nasional didera bisu permanen sementara. Phak luyak.

Suasana Bundaran Tahrir (Twitter.com)
Beruntung, penyakit bisu ini hanya bertahan sementara. Di masa injury time, Mesir mendapat hadiah penalti atas pelanggaran terhadap Trezeget. Muhammad Salah yang tampil sebagai eksekutor berhasil merobek jala Kongo—dan berhasil meledakkan malam yang sempat sunyi beberapa menit lalu. Kairo pecah.

Kembang api ditembakkan ke langit-langit, masyarakat Kairo keluar rumah, memenuhi jalan-jalan, berteriak-teriak, pemuda-pemuda yang memiliki motor dan mobil membunyikan klakson bertalu-talu, bising bukan kepalang, untaian doa-doa juga dihanturkan dengan rasa haru, sebagai rasa syukur. Mesir berhasil lolos ke Piala Dunia tahun depan ke Rusia. Stadion Borg el-Arab Alexandria, tempat diselenggarakannya laga dramatis tersebut menjadi saksi sejarah yang akan sulit dilupakan. 

Sepanjang sejarah pelaksanaan Piala Dunia, Mesir sejauh ini baru berhasil tampil sebanyak 2 kali, 1934 dan 1990. Dua-duanya dihelat di tempat yang sama. Italia.

Muhammad Salah malam itu benar-benar telah menjadi pahlawan nasional bagi rakyat Mesir. Jika kita membuka hastag Muhammad Salah, segala pujian berkicau indah untuk dirinya. 28 tahun, penantian panjang yang menggembirakan bagi seluruh rakyat Mesir. Wajar, jika Salah yang malam itu memasukkan 2 gol menjadi primadona, bahkan diagungkan sebagai pahlawan nasional. 

Muhammad Salah bersama kawan-kawan berhasil mewujudkan mimpi tertunda 95 juta rakyat Mesir untuk melihat tim nasional mereka berlaga lagi di Piala Dunia. Malam itu, di antara bintang yang bersinar di langit Kairo, tidak ada yang mengalahkan sinar seorang Salah. Bagi rakyat Mesir, Salah telah membuat bintang di langit berhenti bersinar. Redup, kehilangan cahaya.

Di dunia maya, khususnya dunia Twitter dan Facebook, kegembiraan rakyat Mesir terlefleksikan dengan indah. Mereka punya cara unik untuk mengekspresikan rasa terimakasih kepada tim nasional khususnya Muhammad Salah. Ka’sul ‘alam, Misr ila ka’sul ‘alam, Hilm 90 milyun, Muhammad Salah, dan Salahul Khair menjadi topik yang terus diperbincangkan sepanjang hari di dunia maya dan nyata.

Sejak kemenangan dramatis tersebut, hari itu Mesir punya cara baru untuk menyebut selamat pagi. Shabahal Khair, ungkapan selamat pagi itu berganti menjadi Shalahal Khair. Ungkapan rasa terima kasih untuk Muhammad Salah, pemain yang telah menjadi pahlawan nasional di hati rakyat Mesir. Shalahal khair ya Mashriyin, Mabruk ‘alaikum![]

Dan di antara hal yang paling menyenangkan lainnya ialah, Vodafone sabagai salah satu penyedia layanan telekomunikasi dan internet di Mesir memberikan quota internet cuma-cuma sebanyak 4 gigabyte sampai akhir bulan ini. Bentuk syukur atas kemenangan Mesir. Saatnya foya-foya dengan 4 Gigabyte internet. Syukran. :D
Terima kasih juga Mesir, hanya Kau yang mampu mengalihkan duniaku dari riuhnya media sosial mengkritisi seorang ustad dan istri-istri mudanya. Itu yang membuatku sempat "frustasi" dan merasa bahwa dunia dan kehidupan ini memang seringkali tidak adil. :D

Muhammad Salah (Twitter.com)
Negara-negara yang sudah memiliki tiket ke Piala Dunia 2018 Rusia


Selamat Ulang Tahun Pejuang!


Dw.com

Selamat ulang tahun Pejuang,

Maaf baru mengirim ucapan selamat sekarang, tidak ada maksudku untuk membuat suasana hatimu menjadi tidak nyaman. Aku tahu, aku bukanlah orang yang sedang Kau tunggu untuk mengirim ucapan cinta penuh doa di hari kebahagiaanmu. Aku hanyalah anak manusia yang tidak terkenal di bumi bulat, apalagi bumi datar.



Selamat ulang tahun para Pejuang,

Maaf atas kelancanganku menulis ini. Maaf juga atas basa-basi garing di atas. Aku sama sekali tidak berniat merusak raut wajahmu yang berseri-seri dalam beberapa waktu lalu ini. Sejak isu makhluk keji bernama PKI itu Kau hidupkan lagi arwahnya, wajahmu tampak sumringah seperti malaikat yang menertawakan setan-setan yang bergentayangan—walaupun aku tahu malaikat yang halus itu tidak pernah menertawakan setan. Malaikat hanya sedih melihat setan-setan dihidupkan lagi demi membangkitkan arwah setan-setan yang lain.


Selamat ulang tahun para Pejuang,
Usiamu sekarang sudah tua, usia yang bijak dalam berfikir dan bersikap. Dari Aceh, aku ingin memberanikan diri bertanya. Jangan takut, ini bukan pertanyaan sulit yang tidak bisa dijawab seperti rumus-rumus Einstein yang membuatku harus merintih sakit kepala tengah malam. Ini juga bukan seperti butir-butir Pancasila yang wajib diingat seperti kami dulu, agar tidak berhadapan dengan tapak sepatu atau popor senjata laras panjang milikmu. 

Pertanyaan ini bukanlah soal yang bisa menghilangkan nyawa seperti saat Kau bermain tanya jawab tentang nasionalisme terhadap kami di Aceh dulu. Bukan! Ini pertanyaan simple.

Dari Aceh aku bertanya: “Masihkah Kau ingat bagaimana kegagahanmu saat bertugas di Aceh dulu? Saat Kau dengan gagah dan digdaya menjadi raja rimba yang memiliki otoritas segalanya, bahkan terhadap nyawa sekalipun.” Jika ingatanmu tersumbat atau mungkin terlalu terlena dengan pemutaran film pengkhianatan PKI dan asyik memuja gaya heroikmu saat membantai mereka yang terkutuk itu. Marilah merenung sejenak.

Memang, kata orang-orang, Kau sedang mencari panggung politik. Aku tidak suka berfantasi liar seperti itu. Aku benci berfikir miring seperti mereka, sepertimu. Dan kalaupun Kau menuduhku sedang mencuri perhatian publik karena surat ini, camkan satu hal! aku sedang tidak mencuri panggung politikmu. Tidak!

Di hari ulang tahunmu, aku hanya ingin berbagi sedikit kisah. Mari, jika Kau lupa, biar aku ceritakan sedikit saja aksi jantanmu saat "berjuang" di Aceh.

Kuakui dengan yakin, aksi heroikmu memang dahsyat, hampir tidak ada media yang merangkum kebengisanmu di tanahku. Hampir semua media memoles citramu yang gagah berani itu, berjuang untuk negeri.

Dari Aceh, bermula sejak 1976 Kau mungkin masih ingat telah melakukan banyak hal yang menurutku hal keren yang biasa Kau lakukan. Tujuh puluh enam dan tiga puluh tahun setelahnya, Aceh menanggung pedih kebiadaban yang menurutmu heroik itu. Dan saat itu Kau begitu menikmatinya. 

Berpegang pada data Amnesti Internasional Kau telah menyebabkan 15.000 nyawa rakyat Aceh lenyap, dan sialnya kebanyakan adalah penduduk sipil. Dengan mulut yang berbau anyir itu, Kau menganggap mereka semua adalah pemberontak versi otakmu, padahal di antara korban itu ribuan orang tua, wanita, bahkan anak-anak.

Dan hanya karena Kau telah dianggap pejuang kemerdekaan, Kau bisa membunuh seenaknya tanpa hukuman. Kau menyuruput banyak darah manusia layaknya orang gila menegak alkohol, lucunya Kau masih saja dianggap waras.

Selamat ulang tahun para Pejuang,
Masih segarkah ingatanmu saat Kau menculik, menyiksa dengan cara-cara sangat binatang, membakar orang hidup-hidup, memperkosa wanita-wanita suci Aceh, merusak dan membakar rumah-rumah penduduk.

Katanya Kau itu pengayom ulama, aku ingatkan biar Kau tidak lupa, tidak mabok sanjungan hingga tidak sadarkan diri.

Kau tentu masih ingat masih saat membantai ulama dengan girang? Hingga setan berhasil Kau jadikan muridmu atas ulahmu. Masih ingat? Kalau masih, kapan Kau bertanggung jawab terhadap Tengku Bantaqiah, santri-santrinya dan keturunan-keturunannya sekarang itu?

15.000 ribu korban hanyalah data tercatat. Bagaimana dengan data yang tak terlihat, data-data yang berkemungkinan hilang. Masih ingatkah Kau Jamboe Keupok, Simpang KKA, Bumi Flora, Rumoh Geudong? Belum lagi sejumlah kuburan massal yang memuat sidik jari kebiadabanmu. 

Selamat ulang tahun para Pejuang,
Setelah memutar film PKI kulihat wajahmu begitu berseri-berseri, seumpama kesatria yang bertemu bidadari. Aku sangat setuju, katamu sejarah harus diingat, seperti saat Kau putar film laknat PKI itu.

Aku hanya mau tahu, kapankah Kau buat film pemtantaian jahannam serdadumu di Aceh? Lalu setelah itu Kau harus berani putar film itu di seluruh posko-posko militermu agar “para pejuang” lain tidak turut menjadi haram jadah sepertimu dulu. 

Dari Aceh aku bersuara;
Sumpah, aku ingin sekali Kau membuat film-film itu. Walau hanya dari film, kami ingin melihat wajah-wajah setanmu saat membunuh saudara kami. Bukan hanya film PKI berengsek itu, banyak sekali film-film kebiadabanmu selain di Aceh bisa Kau buat dan putar di seantero negeri.

Kau tentu lebih paham, untuk apa film dibuat? Seperti katamu “Sejarah harus diingatkan?”. Dan Kau lebih tahu, banyak sekali film yang bisa dibuat tentangmu saat bertugas di Aceh, bahkan jauh lebih keji dari “PKI-PKI” sialan itu. Kenapa itu tidak Kau buat sekarang?

Selamat ulang tahun para Pejuang,
Aku ingin tanya lagi,ingatkah Kau saat membantai rakyat Aceh? Masih segarkah ingatanmu itu? Kuharap Kau masih mengingatnya. Karena hanya setanlah yang gembira dengan dosa-dosa masa lalu. Setanlah Kau jika tidak ingat itu dan tidak memperbaikinya!

Selamat ulang tahun Pejuang, melihat umurmu, ternyata Kau memang sudah tua. Di hari ulang tahunmu, aku hanya berharap semoga Kau tidak lagi menciptakan sejarah keji. Jika itu Kau ulangi lagi, maka jangan salahkan aku saat menuduhmu: “Kau memang benar-benar terlahir sebagai setan!”
Oh ya, kapankah Kau dengan berani pergi ke pengadilan HAM? Halah, sejak kapan Kau berani menghadapi pengadilan HAM? Kau hanya berani saat berseragam dan bersenjata. Tanpa itu, sampai kapanpun, Kau tetap hanya seorang pengecut sialan!
Sekarang, aku menunggu seorang panglima para pejuang yang bukan hanya berani mengakui kesalahan masa lalu,tapi juga menyeret pelaku-pelaku kekejian terhadap rakyat dari pihaknya ke pengadilan (kalau perlu ke tiang gantungan). Kalau panglima jenis ini muncul, baru aku akan mengakuinya sebagai panglima. Aku akan memilihnya sebagai pemimpin negara. Kalau panglima jenis ini belum ada, janganlah Kau berkoar-koar menyuruhku mendukung orang-orang sok jagoan dengan senjata dan seragam loreng menjadi pemimpin.[]


Note:

Bukan surat cinta, hanya surat fiktif yang tidak tahu harus kukirim kemana.