Pemuda Cina di ruangan Syekh Abdul Qadir. (Foto: Dok. pribadi) |
Sore itu, ruangan tempat kami biasa mentahsinkan bacaan dan menyetor hafalan Al-Quran penuh tiada terkira. Syekh Abdul Qadir sampai bermaklumat siapa yang sudah menyetor hafalan diperintahkan menunggu di ruang sebelah.
Ruangan tidak lagi muat. Santri yang terus berdatangan membuat ruang berdesak-desakan, umumnya berasal dari Cina. Wajah-wajah etnis Cina Uighur mendominasi santri Syekh Abdul Qadir, mereka terus berdatangan, tanpa habis. Biasanya setelah mentahsinkan bacaan, kami tidak langsung pulang, menunggu shalat berjamaah bersama Syekh.
Kami yang mendengar maklumat Syekh Abdul Qadir, segera angkat badan, terpaksa pindah ke ruang sebelah. Sebagian memilih langsung izin pulang kepada Syekh. Hari itu aku seperti berada di Cina, padahal kakiku masih menapak negeri Arab.
Aku yang harus ikut pindah melontarkan canda kepada kawan Indonesiaku.
"Belum puas menjajah politik dan ekonomi, sekarang Cina-Cina ini mulai menjajah Al-Quran kita, menjajah Islam. Gila ini orang-orang Cina".
Bagiku, mereka ini ureung-ureung pungoe. Ya, Cina ini memang orang gila dalam pengertian positif. Semangat mereka tak terkalahkan dalam hal apapun, terutama dalam menuntut ilmu. Dalam banyak hal, Cina selalu terdepan. Tak terkecuali dalam belajar agama Islam, kurasa.
Cina atau yang sekarang lebih biasa disebut Tiongkok merupakan negeri yang penuh dengan peradaban gemilang, bahkan hingga sekarang. Terlepas dari apapun, semangat Cina penting ditiru. Sepanjang sejarah peradaban misalnya, Cina adalah negara yang sukses merawat romantisme peradaban masa lalu hingga terus menjadi digdaya hingga sekarang.
Dari segi politik Cina adalah negara paling diperhitungkan di pentas dunia, dalam segi ekonomi malahan Cina telah mengalahkan Amerika. Baru-baru ini data statistik ekonomi Cina mengejutkan para pengamat ekonomi dunia, pertumbuhan ekonomi Cina tahun ini mencapai 6,9. Sebuah angka yang cukup tinggi di tengah lesunya ekonomi dunia.
Dengan pertumbuhan ekonomi terbaik di dunia, maka tak heran jika Cina adalah salah satu negara yang memproduksi orang-orang kaya baru paling banyak di dunia saat ini. Kita tak perlu heran jika melihat statistik turis internasional, Cina adalah salah satu negara dengan jumlah turis terbanyak di dunia.
Turis internasional didominasi oleh rakyat Cina, hampir di setiap negara. Di Indonesia sendiri, Cina menyumbang wisatawan terbanyak yang mengunjungi tanah air. Angkanya tak tanggung-tanggung, melebihi angka satu juta jiwa.
Mengapa ini bisa terjadi? Hanya satu kata untuk mengungkapkan rahasia Cina dari tempo dulu hingga sekarang. Semangat. Dalam hal apapun, Cina selalu optimis dengan hidup. Semangat bertahan hidup dan pantang menyerah mereka patut diacungi ribuan jempol. Ini bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari mereka yang selalu optimis melihat hidup.
Sama seperti kisah yang kualami di markas tahsin dan tahfidz Syekh Abdul Qadir Kairo. Dulu, jangankan di markas Al-Quran, melihat orang Cina jalan-jalan di Kairo saja merupakan sebuah keajaiban. Sangat sedikit sekali.
Sekarang jumlah mereka sangat banyak, persis seperti produk Cina yang membanjiri dapur rumah kita. Hampir tiap hari kita bisa melihat mereka berkeliaran di tempat wisata seluruh Kairo.
Awal tahun 2017, saat aku mendaftar di Markas Tahsin dan Tahfidz Syekh Abdul Qadir, cuma ada beberapa orang Cina. Sekarang jumlah mereka melebihi seratus. Terakhir, tida bulan yang lalu, Syekh berkisah, jumlah muslim Cina yang belajar di Markas cuma 70 orang, lalu meningkat 130 orang.
Sekarang, melihat jumlah mereka yang terus bertambah dan sangat banyak, bukan tidak mungkin sekarang jumlah mereka sekarang sudah mencapai angka dua ratusan atau bahkan lebih. Aku belum sempat bertanya jumlah pasti mereka sekarang pada Syekh.
Bagiku, mereka ini ureung-ureung pungoe. Ya, Cina ini memang orang gila dalam pengertian positif. Semangat mereka tak terkalahkan dalam hal apapun, terutama dalam menuntut ilmu. Dalam banyak hal, Cina selalu terdepan. Tak terkecuali dalam belajar agama Islam, kurasa.
Beberapa kali aku sempat membuka pembicaraan ringan dengan muslim Cina ini. Dan yang membuatku syok dan geleng-geleng kepada adalah, banyak dari mereka bahkan tidak mengerti bahasa Arab sama sekali. Demi mempelajari Al-Quran bersanad langsung kepada Rasulullah Saw mereka nekat datang ke Mesir dengan berbagai resiko dan tantangan. Muslim Cina ini kebanyakan berasal dari provinsi yang memiliki jumlah muslim besar seperti Xinjiang, Yunnan dan Qinghai.
Komunitas Cina ini datang khusus hanya untuk belajar mengaji Al-Quran dari nol besar. Syekh beberapa kali mengisahkan semangat mereka yang bahkan sangat kesulitan untuk menyebut satu huruf Arab saja.
“Mereka belajar dari dasar, tidak mengerti sama sekali, bahkan sebagian tidak mengerti Bahasa Arab. Namun, semangat mereka luar biasa. Mereka cepat belajar dan cepat bisa. Sebagaian sudah pulang ke negerinya dan mengajar di sana,” ujar Syekh Abdul Qadir suatu ketika saat memotivasi kami untuk terus tekun bersama Al-Qur’an.
Meskipun demikian, kehidupan muslim Cina di Mesir merupakan sebuah dilema tersendiri. Oleh pemerintah Cina, mereka tidak diberikan izin untuk bisa mendaftar di kampus Al-Azhar. Banyak dari pemuda Cina yang ingin belajar agama di Al-Azhar, namun terhalang.
Padahal, jika pemerintah Cina sedikit berfikir, pemahaman islam moderat pemuda Cina yang belajar di Al-Azhar bisa dijadikan penangkal pemikiran-pemikiran radikal dan extremis yang berkembang di sebagian provinsi Xinjiang, provinsi dengan jumlah penduduk muslim terbesar di Cina.
Di antara hal lain yang lebih mengejutkan lagi, beberapa dari mereka datang dengan visa turis yang hanya berlaku sementara, dan sekarang banyak yang sudah habis masa izin tinggal. Jika terjadi pemeriksaan, mereka bisa dianggap pendatang gelap, terancam ditahan dan dideportasi.
Di tengah berbagai kekurangan yang dihadapi, banyak di antara mereka yang telah berhasil dan diberi ijazah sebagai hafidz baru dari Cina. Sebagian sudah kembali ke Cina dan mengabdikan ilmu Al-Qur'an di tanah airnya.
Seorang kawanku, Ali Abdul Baqi, atau aku menyapanya dengan nama Cina-nya, Lan Chi. Ia berasal dari Xinjiang. Lan Chi pemuda yang sangat tekun, ia datang tiap hari dan hampir selalu datang lebih cepat dari kami kebanyakan.
Lan Chi juga pemuda sangat ramah, aku bertanya tentang Cina dan kehidupan muslim Cina, ia menjawabnya dengan gambling. Ia hampir sekalian denganku belajar tahsin, sekarang sudah masuk kelas Tahfidz Al-Quran. Tidak lama lagi Lan Chi akan menjadi seorang al-Hafidz dari tanah komunis. Tanah yang penduduknya memiliki semangat kesatria dan pantang menyerah seperti Bruce Lee atau Jackie Chan dalam film laga mereka.
Cina, tanah yang sudah memancarkan cahaya keislaman sejak era Rasulullah Saw, sampai hari ini cahayanya belum redup, walau ditekan cahaya itu kian terang benderang. Aku sangat yakin, tekat kawan-kawan muslim Cina ini akan mewarnai negeri komunis itu dengan warna sangat indah, yang akan membuat siapa saja akan terpesona.
Lan Chi |
Aku kembali teringat Lan Chi. Suatu hari aku bercanda dengannya.
"Apa ada wanita muslim Xinjiang atau muallaf Cina yang mau dinikahi orang Indonesia? Aku bersedia menjadi pengantinnya." Lan Chi tertawa. Ia tidak menjawab. Aku hanya menggodanya saja.
Sudah lama aku tidak melihat Lan Chi. Kami sudah berbeda kelas. Ia sudah naik ke tingkat Tahfidz, sedangkan aku masih betah di kelas Tahsin. Dari Lan Chi dan pemuda-pemuda Cina di markas tahfidz aku sadar, mengapa Cina selalu bisa menguasai dunia. Kita tidak harus selalu doyan produk buatan Cina, semangat dan kesungguhan mereka juga mesti kita serap.[]
Selamat tahun baru islam 1439 hijriah, semoga kita bisa berhijrah ke arah labih baik. Mencari dan menemukan hikmah di setiap kehidupan. Untuk hidup yang lebih baik, budayakan share setiap kebaikan.